JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menggeledah kantor PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Rabu (9/11/2022).
Tindakan Bareskrim menggeledah kantor anak perusahaan Pertamina itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli BBM non-tunai antara PT PPN dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) periode 2009-2012.
“Tujuan daripada kegiatan penggeledahan sebagaimana terkait perkara tersebut di atas adalah dalam rangka mencari barang bukti dan atau alat bukti lain guna membuat terang tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikannya oleh Dittipidkor Bareskrim Polri,” ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor), Brigjen Cahyono Wibowo dalam keterangnnya.
Cahyo memaparkan bahwa pada hari ini terdapat tiga kantor yang digeledah oleh pihak penyidik dari Dittipidkor Bareskrim Polri.
Ketiga kantor tersebut adalah Kantor Pusat PT Pertamina Patra Niaga yang beralamat di Gedung Wisma Tugu Jalan Rasunan Said, Jakarta Selatan
Lalu, kantor PT Pertamina Patra Niaga pada Ruang Informasi Teknologi (IT) yang beralamat di Gedung Sopo Del Tower Jl. Mega Kuningan Barat III, Lot 10. 1-6 Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan.
“Ketiga, antor PT Asmin Koalindo Tuhup yang berada di Menara Merdeka yang beralamat di Jln. Budi Kemuliaan 1 No. 2, Jakarta Pusat. Gedung Wisma Tugu II JL. HR. Rasuna Said, Kavling C7-9, Kuningan, RT.3/RW.1, Karet, Setia Budi, Kota Jakarta Selatan,” tutur Cahyo.
Cahyo juga mengatakan bahwa penggeledahan hari ini melibatkan dari pihak Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) dan Pusat Laboratoriun Forensik (Puslabfor)
“Kegiatan penggeledahan ini juga melibatkan Tim dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Puslabfor Polri guna penanganan barang bukti elektronik dari hasil kegiatan penggeledahan,” pungkasnya.
Menanggapi perkara kasus ini, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting membenarkan adanya perkara piutang macet di mana AKT tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012.
"Betul terjadi piutang macet PT AKT yang timbul dari pelaksanaan perjanjian jual beli BBM Industri pada 2009-2012. AKT tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012," ujar Irto.
Lebih lanjut, Irto menjelaskan pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk proses penagihan piutang tersebut namun tidak pernah terbayar. Alhasil, pada 2016, AKT mengajukan penundaan pembayaran utang.
"PT AKT mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan diputuskan homologasi pada April 2016. AKT sepakat membayar utang ke PPN mulai 2019. Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan," jelasnya.
Bahkan, pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya penagihan hingga terakhir pada Mei 2022. Namun hingga saat ini perkara tersebut belum terselesaikan.
"PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran utang berkali-kali, bahkan terakhir di Mei dan Juni 2022," ungkap Irto.
"Pada dasarnya PPN patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari AKT," tambahnya.
kronologis singkat perkara itu pernah dirilis Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Dedi Prasetyo pada Senin (22/8) silam.
Saat itu, Dedi menjelaskan pada periode 2009-2012 PT PPN melakukan perjanjian jual BBM non-tunai dengan PT AKT, yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dan Direktur PT AKT.
Pelaksanaan kontrak tersebut ialah pada 2009-2010, terjadi transaksi jual beli BBM dengan volume 1.500 kiloliter (Kl) per bulan; kemudian pada 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 Kl per bulan (Addendum I).
Selanjutnya, pada 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 Kl per pemesanan (Addendum II).
Pada proses pelaksanaan perjanjian PT PPN dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi.
Kemudian, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 sampai 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp451,66 miliar.
"Tidak adanya jaminan berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non-tunai, sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Dedi.
Berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN sebesar Rp451,6 miliar.
Akuntansi utang piutang PT PPN diketahui berupa BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sejumlah 154.274.946 liter atau senilai Rp278,6 miliar atau 102,6 juta dolar AS. (Wanto)
Ilustrasi Penyaluran BBM Oleh Pertamina (foto/ist)