Kopi Pagi

Pahlawan Sepanjang Masa (1)  

Kamis 03 Nov 2022, 06:30 WIB

Pengantar: Memperingati Hari Pahlawan tak sebatas seremoni dan mengheningkan cipta, tetapi aksi nyata “kepahlawanan” dalam kehidupan sehari - hari. Dalam rangkaian peringatan Hari Pahlawan, saya sajikan tiga tulisan (berseri) di kolom ini, mulai hari ini. (Azisoko)
 
“Kini semakin dituntut menanggalkan ego pribadi untuk mengabdi, berkontribusi untuk negeri, memberi manfaat dan maslahat bagi umat sebagaimana telah diterapkan para leluhur kita sejak dulu kala.” -Harmoko-
 
Bicara Hari Pahlawan, tentu tidak lepas dari nilai –nilai kejuangan yang telah ditorehkan para pahlawan kita, sejak zaman dulu kala, mulai Kerajaan Hindu - Budha, Islam hingga perjuangan merebut kemerdekaan. Cukup banyak, bahkan sangat banyak nilai – nilai luhur kejuangan yang sudah seharusnya menjadi rujukan, diaktualkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari di era kini.
 
Kita mengenal Sultan Iskandar Muda di Kesultanan Aceh Darussalam, kerajaan Islam yang berdiri sekitar abad 16 Masehi. Sikap kepahlawanan yang patut dicontoh adalah perjuangannya mengutamakan kesejahteraan rakyatnya dengan memajukan perekonomian yang kuat bagi negerinya. Selain, sikap adil dalam menegakkan hukum.

Dikenal juga Sultan Hasanuddin yang berhasil memimpin Kerajaan Gowa – Tallo menuju puncak kejayaan. Selain sikap berani dan pantang menyerah melawan penjajah Belanda, Sultan Hasanuddin yang dikenal “Ayam Jantan dari Timur” ini tiada henti membela kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.

Semangat pantang menyerah, berani dan tegas juga dapat diteladani dari Raja Kertanegara, raja Kerajaan Singasari, kerajaan Hindu yang didirikan tahun 1.222 Masehi oleh Ken Angrok, di Malang, Jawa Timur.

Dari muara Sungai Musi, Palembang, Sumsel, berdiri Kerajaan Sriwijaya, kerajaan bercorak Budha pada abad 7 Masehi dengan rajanya yang sangat terkenal, Balaputradewa, dengan sikapnya yang jujur, disiplin, adil dan bijaksana.

Sejarah juga mencatat, Kerajaan Kutai, kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Diperkirakan berdiri pada tahun 400 Masehi dengan raja yang sangat terkenal Mulawarman. Tak hanya baik budi dan religius. Raja Mulawarman juga dikenal dermawan karena sering bersedekah emas, ternak dan tanah untuk rakyatnya.

Masih banyak sikap perilaku yang patut dicontoh dari para raja, elite kerajaan zaman dulu yang sekiranya perlu diaktualkan karena nilai – nilai kepahlawanan yang tidak usang dimakan usia.

Di era Kerajaan Majapahit, dengan Raja Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara dan maha patihnya Gadjah Mada merealisasikan persatuan nusantara.

Pada Kerajaan Mataram, dikenal Sultan Agung Hanyokrokusumo yang sangat membenci penjajah Belanda hingga mengerahkan tentara Mataram menyerang Batavia.

Di Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dengan kegigihannya melawan penjajah hingga Belanda menjalankan politik adu domba guna memecah- belah kekuatan para pejuang.

Di era selanjutnya kita kenal Pangeran Diponegoro, Jenderal Soedirman dan masih banyak pahlawan lainnya hingga era Bung Karno dan Bung Hatta. Tentu dengan segala bentuk perjuangan untuk memerdekakan bangsa dan negaranya dari kekuasaan kolonial (asing) dengan satu cita – cita mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa pembedaan perlakuan.

Hingga tahun 2020, tercatat sebanyak 191 tokoh dari berbagai daerah telah dinobatkan oleh pemerintah secara resmi sebagai pahlawan nasional.

Ini gelar perhargaan tertinggi di Indonesia kepada mereka yang telah sangat berjasa bagi bangsa dan negara. Gelar ini diberikan atas tindakan yang dianggap heroik, sikap perilaku yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat Indonesia.

Keteladanan para leluhur, para raja seperti sudah dijelaskan adalah sikap pantang menyerah, rela berkorban demi negaranya, melepas ego pribadi demi kepentingan negeri, mengutamakan persatuan, kesejahteraan rakyatnya, terdapat kepedulian, kejujuran dan keadilan.

Nilai – nilai tersebut yang hendaknya menjadi bekal untuk direfleksikan dalam kehidupan sehari – hari. Ini sejalan dengan kenyataan bahwa tidak relevan lagi mengaitkan kepahlawanan hanya dengan mengangkat senjata dan berperang.
Sikap heroik tak harus maju ke medan pertempuran seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kini semakin dituntut menanggalkan ego pribadi untuk mengabdi, berkontribusi untuk negeri, memberi manfaat dan maslahat bagi umat sebagaimana telah diterapkan para leluhur kita sejak dulu kala.

Ini perlu perjuangan dan pengorbanan, termasuk mengorbankan kepentingan diri sendiri, sebagaimana pitutur ”Jer basuki mawa beya”- diperlukan kerja keras, perjuangan dan pengorbanan untuk meraih tujuan seperti telah dipraktikkan para pejuang dan pahlawan kita. (Azisoko)

Tags:
Kopi PagiharmokoPahlawanSepanjang Masa

Administrator

Reporter

Administrator

Editor