ADVERTISEMENT

BPOM Diminta Tanggung Jawab, 15 Obat Sirup Anak Mengandung Zat Berbahaya yang Dapat Sebabkan Gangguan Ginjal

Jumat, 21 Oktober 2022 13:40 WIB

Share
Ilustrasi obat sirup anak. (foto: pexels)
Ilustrasi obat sirup anak. (foto: pexels)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya sirup paracetamol yang mengandung zat berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan ginjal pada anak.

Merespon kasus tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengidentifikasi 15 dari 18 obat sirup yang masih mengandung etilen glikol.

"Hal itu sebenarnya tidak boleh terjadi bila BPOM melaksanakan fungsinya dengan benar. Sebab, salah satu fungsi BPOM melaksanakan pengawasan obat dan makanan sebelum dan selama beredar," kata Anggota Komisi IX DPR, Lucy Kurniasari, Jumat 21 Oktober 2022.

Karena itu, lanjutnya, BPOM harus memastikan semua obat yang beredar di masyarakat sudah aman, berkualitas, dan bermanfaat. Kalau ada obat legal yang beredar tidak memenuhi standar tersebut, maka hal itu berkaitan langsung dengan tidak berjalannya fungsi pengawasan BPOM dengan baik.

"Selain itu, BPOM juga yang mengeluarkan izin edar obat di Indonesia. Karena itu, BPOM harus bertanggung jawab atas izin edar suatu obat yang telah dikeluarkannya," ujarnya.

Untuk itu, beber Lucy,  BPOM harus menjelaskan kepada masyarakat terkait pertimbangan mengeluarkan izin edar sirup paracetamol. Begitu juga obat sirup lainnya yang ditemukan Kementerian Kesehatan masih mengandung etilen glikol.

"BPOM juga harus mengevaluasi kembali prosedur pengeluaran izin edar obat di Indonesia. Hal itu perlu dilakukan agar kasus seperti obat sirup paracetamol tidak terulang lagi," bebernya.

BPOM juga harus mengevaluasi prosedur pengawasan obat yang beredar di Indonesia. Dengan begitu, semua obat yang beredar di Indonesia dipastikan aman, berkualitas, dan bermanfaat bagi masyarakat.

"Jadi, BPOM harus bertanggung jawab atas terjadi kasus obat sirup paracetamol yang berdampak pada kasus gagal ginjal pada anak-anak. Untuk itu, BPOM harus mengevaluasi semua prosedur pengawasan obat agar kasus seperti itu tidak terulang kembalikembali," demikian Lucy Kurniasari. (rizal)

ADVERTISEMENT

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Cahyono
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT