ADVERTISEMENT

Jebakan Politik

Senin, 19 September 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Kita tentu sepakat kartel politik yang cenderung menguatkan kemapanan kelompoknya, koalisinya di pemerintahan maupun parlemen perlu dicegah merambah ke segala sektor kehidupan.

Apalagi jika untuk mencapainya, sering kali diwarnai dengan beragam jebakan politik yang bisa berdampak semakin menjauhkan nilai – nilai moral bangsa sebagaimana telah disebutkan tadi.

Menggiring opini perlunya presiden tiga periode ataupun  memperpanjang masa jabatan presiden, bagian yang patut disikapi secara bijak. Begitupun terseretnya pihak – pihak penyelenggara pemerintahan dalam politik praktis, hendaknya diakhiri.

Publik masih ingat, bagaimana manuver terjadi ketika Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) mendeklarasikan dukungan kepemimpinan tiga periode. Saya tidak mengatakan bahwa para kepala desa ditarik atau masuk dalam jebakan politik praktis, tetapi manuver tersebut jelas tidak selaras dengan mandat masyarakat desa yang tidak pernah memberikan kewenangan kepada kepala desanya terlibat dalam transaksional politik praktis.

Itu dulu, sudah layu dan berlalu. Ke depan adalah menatap lebih baik lagi. Jangan ada lagi pihak penyelenggara pemerintahan, mulai dari kepala desa hingga menteri terseret dalam politik praktis atau ditarik dalam jebakan politik praktis membangun kemapanan kekuasaan.

Boleh jadi, kenyamanan kekuasaan parpol dan koleganya yang semakin besar ketergantungan kepada negara, menjadikan kurang peka terhadap aspirasi.

Terbangunnya koalisi partai pendukung pemerintah yang sangat gemuk, jika itu terwujud, akan memandulkan kontrol sosial. Sementara kontrol terhadap pemerintah sangat diperlukan, di negara dengan sistem demokrasi yang mengharuskan mekanisme check and balance, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Jebakan politik membangun kartel politik sulit dihindari. Itu dinamika politik jelang pemilu yang perlu diantisipasi. Meski begitu, hendaknya tetap berpolitik secara elegan, tidak saling menjebak, mengkhianati dan menjatuhkan.

Pitutur luhur mengajarkan, “Lamun sira pinter, ojo minteri” – jangan sampai kepandaian yang dimiliki untuk menipu daya, apalagi menjebak rakyat demi kepuasan diri sendiri. (Azisoko)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Berita Terkait

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT