ADVERTISEMENT

Intoleransi hingga Kekerasan Seksual Marak di Lingkungan Pendidikan, Peace Generation Turun Tangan Gelar AoP Summit 2022

Rabu, 14 September 2022 23:26 WIB

Share
Peace Generation bersama para peserta AoP Summit 2022 di International Green School (IGS) Sumedang, Jawa Barat, Jumat (9/9/2022). (Foto: Dok. Peace Generation).
Peace Generation bersama para peserta AoP Summit 2022 di International Green School (IGS) Sumedang, Jawa Barat, Jumat (9/9/2022). (Foto: Dok. Peace Generation).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan selama ini sulit terungkap lantaran kuatnya relasi kuasa para pelaku. Sejurus dengan itu, kasus intoleransi dan perundungan di sekolah maupun kampus juga menjadi hantu yang sewaktu-waktu bisa datang.

Mengutip laman Kemendikbud, survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan pada 2020 mencatat 77 persen dosen mengakui ada kekerasan seksual di kampus. Sebanyak 63 persen korban tidak melaporkan kasusnya kepada pengelola universitas.

Pemerintah memang telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Namun, upaya memerangi predator seksual tak cukup sampai di situ. Dibutuhkan adanya gerakan aktif masyarakat sipil untuk mencegah perbuatan asusila di lingkungan pendidikan.

Merespons hal tersebut, Lembaga Peace Generation menggelar agenda akbar Agent of Peace (AoP) Summit 2022 di International Green School (IGS) Sumedang, Jawa Barat, pada Jumat (9/9/2022) lalu.

Ketua Panitia AoP Summit 2022, Miftahul Huda, mengatakan kegiatan ini diikuti sebanyak 84 peserta yang terpilih dari kalangan siswa, guru, maupun aktivis. Tujuan digelarnya AoP Summit 2022 adalah memberikan ruang kolaborasi aktif bagi agen perdamaian Tanah Air dalam menginkubasi proyek pencegah tiga dosa besar pendidikan, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

"Menteri kita sudah menetapkan tiga dosa besar pendidikan. Ini saatnya kita membersamai Agent of Peace dan melihat apa dampak dari program yang selama ini kita jalankan bersama siswa dan guru," kata Miftahul Huda.

Huda menjelaskan, kegiatan ini berupaya menginkubasi 28 prototipe proyek untuk menjadi cetak biru gerakan-gerakan sosial atau kebijakan di level sekolah terkait tiga dosa besar pendidikan.

Salah satu proyek utama adalah "Blue Ribbon Movement" yang dipresentasikan oleh Chrystabelle dari Francis School. Blue Ribbon Movement merupakan organisasi yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pelecehan dan kekerasan seksual.

"Harapannya proyek Blue Ribbon Movement ini tidak hanya bergerak di media sosial saja tetapi juga melakukan aksi-aksi di dunia nyata," kata Chrystabelle dalam kegiatan tersebut.

Tak hanya itu, para agen perdamaian juga melakukan bakti sosial dengan menanam 100 bibit pohon di sekitar IGS sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT