Tanya “Pak Lurah”

Senin 12 Sep 2022, 06:45 WIB
Kolase foto Presiden Jokowi dan Anies Baswedan. (Ist)

Kolase foto Presiden Jokowi dan Anies Baswedan. (Ist)

BULAN depan, Anies Rasyid Baswedan dipastikan lengser dari kursi Gubernur DKI Jakarta setelah masa jabatannya berakhir. Lengsernya Anies sudah lama ditunggu-tunggu oleh lawan politik-nya yang tidak suka dengan segala tindak dan tanduknya 
selama menahkodai Jakarta.

 Sejak dilantik jadi orang nomor satu Jakarta, kebijakan Anies terus digerus 
dan dianggap tidak sejalan dengan keinginan masyarakat Jakarta. Namun, Anies tetap bergerak di tengah jalur rel yang ia siapkan sesuai janji-janjinya sewaktu kampanye Pilkada lalu, meski belum semuanya terpenuhi.

Di masa akhir jabatannya, Komisi Pember- antasan Korupsi (KPK) langsung bergerak cepat memanggil Anies untuk menjelaskan dugaan Ko- rupsi Formula E. Kedatangan Anies di KPK menjadi santapan lawan politik dan pemburu berita hingga ada yang mempremingnya sebagai pelaku korupsi.

Pada-hal pemanggilan Anies oleh KPK untuk menjelaskan terkait adanya laporan dugaan korupsi Formula E dan bukan sebagai seorang tersangka. 

Tidak cukup di situ, kawasan Kota Tua atau Batavia yang kini dipercantik dan semakin nyaman bagi wisatawan dianggap tidak bersahabat.

Pengendara motor yang memotong jalur terpeleset jatuh usai menerobos pedestrian kawasan Batavia. Banyaknya sepeda motor yang jatuh dianggap kegagalan Anies menata kawasan Batavia, meski motor yang melintas itu salah menggunakan 
jalur pedestrian.

Serangan lawan politik terhadap Anies terse- but jelas akan berdampak pada elektabilitasnya sebagai salah satu Calon Presiden (Capres) 2024.

Berkaca pada pengalaman, seseorang yang dihujat dan dihina pribadi dan dicap tidak bisa bekerja justru akan banyak mendapat simpati masyarakat. 

Namun elektabilitas Anies bisa memudar karena 2 tahun waktu yang panjang menjelang Pilpres 2024, karena ia tidak lagi disorot dengan kebijakan.

Di sisi lain, Anies masih diuntungkan tidak menjabat Gubernur karena belum terikat partai politik sehingga ia bebas bergerak, berbicara tentang isu lebih besar dan bertemu dengan para relawannya.

Karena itu, nama Pj Gubernur sebagai pengganti Anies nantinya bisa menjadi faktor pendukung elektabilitasnya atau tidak? Dari sekian banyak nama yang muncul ada dua nama di mata pengamat dan partai politik, yakni Kepala Sekretariat 
(KSP) Heru Budi Hartono dan Sekda Provinsi DKI Jakarta Marullah Matali.

Meski regulasi diatur Kementerian Dalam Negeri, namun nama Pj Gubernur DKI yang dipilih sangat ditentukan oleh orang yang dekat dengan Presiden Jokowi atau 'Pak Lurah'. Biasanya nama Pj Gubernur tersebut nantinya akan ikut mendongkrak pergerakan suara elektabilitas capres di Ibu Kota Jakarta. 

Patut ditunggu, apakah kebijakan Anies semasa jadi Gubernur masih terus BB digerus atau malah elektabilitasnya tenggelam dengan Pj Gubernur ? 

Mungkin bisa tanya pada 'Pak Lurah'. ***

News Update