Kebijakan disebut mengakar jika sesuai dengan kehendak dan kebutuhan rakyat saat ini dan mendatang. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah kebijakan yang sejalan dengan amanat konstitusi, senada dengan cita- cita rakyat sejak negeri ini didirikan seperti dikataan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kebijakan menjadi tidak mengakar – tidak membumi, jika berujung kepada “pemanfaatan” hasil oleh sekelompok orang. Menjadikan sebagian penduduk tersingkirkan, terpinggirkan dan dirugikan.
Lebih – lebih jika kebijakan yang digulirkan pada akhirnya hanya menguntungkan orang disekelilingnya. Sekeling kekuasaan, kerabat dan bisnisnya.
Menciptakan kebijakan yang mengakar, pro-rakyat, mensyaratkan karakter pemimpin yang merakyat pula, sering disebut pemimpin “membumi”. Memahami apa yang menjadi kehendak rakyat, sekalipun tersirat, lebih – lebih yang terucap dan tersurat. Ini yang disebut memahami denyut nadi masyarakat untuk mencegah pengambilan keputusan yang tidak tepat sasaran akibat minimnya informasi yang didapat dari rakyat.
Sementara ketidaklengkapan informasi dapat berdampak kepada kegamangan dan ambiguitas yang berujung kepada keputusan yang merugikan kepentingan banyak pihak.
Di era sekarang,di tengah berbagai ancaman krisis, kian dibutuhkan karakter pemimpin yang mampu menghadapi lingkungan yang tidak stabil, tidak dapat diprediksi sebelumnya. Maknanya, dituntut pemimpin yang dengan cepat dan cermat mampu mengeluarkan kebijakan tepat sasaran, bukan salah sasaran. Butuh kebijakan, yang selain transparantif, juga adaptif dan responsif sehingga diperoleh hasil yang lebih proaktif.
Diyakini, apapun bentuk kebijakan yang diambil pemerintah, para elite negeri ini bertujuan untuk kepentingan bangsa dan negara, guna kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Perlu kiranya menjadi renungan bersama, jangan karena “ketidakberdayaan” yang menyelimuti, kemudian melahirkan kebijakan yang terkesan “asal – asalan” dan “akal – akalan”. Bukan pula kebijakan instan yang bersimpang jalan dengan nurani rakyat.
Sikapilah keadan dengan tenang. Pepatah mengajarkan “aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman” – Jangan mudah terheran – heran, jangan mudah menyesal, jangan gampang terkejut, dan jangan kolokan ( manja).
Yang hendak disampaikan adalah janganlah berlebihan menyikapi keadaan. Bersikaplah sewajarnya agar tetap bijak. (Azisoko)