Selanjutnya, kata Boy, karena portal yang dipasangi pihak kecamatan ke akses jalan persawahan warga itu dibuka pemilik lahan untuk dilintasi warga pemilik lahan, petani dan pegawai pemilik lahan kemudian dilaporkan ke polisi dengan tuduhan perusakan barang sesuai pasal 170 dan pasal 55 terhadap beberapa terlapor yang ikut membuka portal.
"Saat ini keenam warga tersebut telah ditetapkan Polres Metro Tangerang, sebagai tersangka dalam perkara 170 dan pasal 55 terkait pengerusakan barang dan perbuatan membantu atau turut serta tindak pidana," ujarnya.
Sementara Camat Pakuhaji, Asmawi, membenarkan adanya pelaporan polisi terhadap enam orang warga Desa Kramat, Pakuhaji tersebut. Hal itu, didasari atas penegakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2020 tentang tata ruang wilayah.
"Berdasarkan Perda tersebut dan zona lokasi tersebut abu-abu sebagai zona wilayah perindustrian dan pergudangan serta ada izin lokasi orang yang sebelumya telah diajukan untuk pergudanagn atau industri," kata Asmawi.
Asmawi,mengaku pemasangan portal di lahan tersebut, juga diinisiasi oleh tim Satpol PP lapangan, yang geram karena aktifitas wisata warga di lokasi itu ramai, sementara proses perizinan tidak dilengkapi pemilik lahan.
"Itu patungan anak-anak trantib, karena surat peringatan kita tidak digubris mereka patungan make honor-honor mereka untuk memasang portal. Karena setelah dipasang, portal itu hilang, mereka (Pol PP) mengamuk juga. Akhirnya mereka membuat laporan polisi, yang dilakukan oleh Kasie Trantib. Kita tidak menuduh siapa pelaku, nanti itu berdasarkan hasil penyelidikan polisi saja," ucap dia.
Sementara, terlapor BTK, mengaku pada Januari 2022 mendapat undangan pihak perwakilan pengembang berinisial DS, yang menawar harga lahan persawahan tersebut.
Karena harga yang ditawarkan DS, sangat rendah, BTK menolak permohonan itu secara baik-baik.
"Maka sebenarnya, tindakan kriminalisasi oleh Kecamatan Pakuhaji ini, patut diduga dibekingi mafia tanah, yang saat ini menginginkan area persawahan tersebut," tegas Boy.