Lagu Ojo Dibandingke dari Farel Prayoga Selaku Kesenian Rakyat Menggoyang Istana, Seni Adiluhung Jangan Tersinggung

Sabtu 27 Agu 2022, 05:30 WIB
Farel Prayoga Nyanyikan Lagu 'Ojo Dibandingke' di Istana Negara. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

Farel Prayoga Nyanyikan Lagu 'Ojo Dibandingke' di Istana Negara. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

Tembang-tembang campursari yang belakangan lebih terasa ngepop, terutama dengan koplo, adalah perkembangan yang dilihat sebagai sosok kesenian rakyat, namun makin berkibar, dan kesenian adiluhung makin sulit diikuti di masyarakat luas.

Tembang-tembang campur sari saata ini memang perkembangan yang sudah jauh, saat di era pengarang top Manthous, kesan lembutnya masih sangat terasa.

Ketika di era Didi Kempot, rasa pop dalam campursari begitu kental, kosa kata bahasa Inoonesia cukup banyak masuk, dan ternyata sangat disukai kalangan muda, hingga cewek-cewek berjilbab pun begitu asyik menikmati.

Ojo Dibandingke masuk dalam kategori ini, dan bahasanya jauh lebih keseharian dibandingkan lagu-lagu Didi Kempot. Bahkan kosa kata Bahasa Indonesia cukup mewarnai. Ini boleh dikata 'politik' seniman Jawa untuk meraih pasar lebih luas.

Toh, zaman dulu, pujangga-pujangga kraton banyak menyerap bahasa Belanda, di era sastra Jawa Kuno banyak menyerap bahasa Sanskerta.

Kembali ke Ojo Dibandingke yang dilantunkan Farel Prayoga yang begitu mengagumkan,adalah gambaran kesenian rakyat yang masuk ke Istana sebagai jantung kebudayaan tinggi.

Dulu, yang biasa menyanyikan lagu-lagu di Istana adalah para penyanyi papan atas, kemudian ada musik simfoni orkestra yang elegan, itu sebut saja karana eranya memang begitu. Keagungan musik  simfoni disaksikan tamu-tamu agung, didengarkan dalam suasani yang tenang,dan baru ada tepuk tangan kalau usai lagu.

Tampaknya, soal kesenian rakyat masuk Istana juga dipengaruhi adanya demokratisasi. Dulu susah menerima ada reyog Ponorogo dan aneka tari, serta lagu rakyat di Istana untuk perayaan Hari Kemerdekaan. Untuk seni wayang kulit, ini termasuk adiluhung, konon di era Bung Karno pernah digelar di Istana, lantas di era Presiden SBY, kemudian era Preiden Jokowi. Di era yang terakhir ini wayang digelar di halaman Istana, disi juga dengan penyanyi Didi Kempot. 

Kesenian rakyat masuk Istana, karena demokratisi, yakni berkait dengan rakyat banyak, penguasa membutuhkan dukungan rakyat banyak. Lagu campursari, pun seperti Ojo Dibandingke, adalah kesenian rakyat banyak, sesuai dengan era demokrasi, penguasa harus merangkut rakyat banyak, menghadirkan rakyat banyat.

Untuk kali ini benar-benar sangat sesuai kebutuhan, lagu Ojo Dibadingke lagi hits, Farel Prayoga juga naik daun. Dan ternyata aksinya di depan Presiden Jokowi dan semua tamu undangan, bisa ditermia (mungkin minus yang tua-tua).

Dan ternyata pula, Farel Prayoga dengan Ojo Dibandingke, mampu menyatukan hari dan perasaan, mayoritas bahagia, Pak Jokowi semringah. Ibu Negara bergoyang, para menteri berjoget, bapak-bapak jenderal juga bergoyang. Ternyata lagi, yang mampu menyatukan rasa dan bahagia itu adalah anak kecil, mungkin karena oisinal, dan memang menghibur. (*/win)

Berita Terkait

News Update