JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Diamnya DPR terkait kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo terhadap Brigadir J membuat banyak kalangan dongkol.
Termasuk Menko Polhukam Mahfud MD yang langsung menyentil DPR karena berbeda saat merespon kasus-kasus lainnya.
Tapi terkait kematian Joshua Hutabarat, DPR seperti tak bertaring. Mereka beralasan macam-macam. Di antaranya sedang reses.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP). Mahfud pun mengeluhkan diamnya DPR padahal kasus ini memanas di masyarakat.
Komisi III pun diskak mat Mahfud MD saat dia mengungkapkan kegemesannya soal diamnya DPR terkait kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo, istri, dua ajudan dan satu sopir terhadap Brigadir J.
Rapat Dengar Pendapat di DPR pada Senin (22/8/2022) Mahfud kembali mencurahkan isi hatinya tentang diamnya DPR terkait kasus yang melibatkan para bintang di korps baju cokelat.
Anggota Komisi III Arteria Dahlan mengatakan bahwa DPR tetap bekerja. "Tapi bekerja di keheningan. Dengan spirit penghormatan antarlembaga," kata Arteria dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menko Polhukam di Jakarta, Senin (22/8/2022).
Arteria mengatakan, baik buruknya Polri juga menjadi baik buruknya Komisi III DPR RI juga. "Termasuk bangsa ini. Kita tidak genit, juga tidak berusaha untuk membuat kegaduhan baru yang tidak penting.
Arteria mengungkapkan, tiga hari setelah kematian, Ketua Komisi III Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul sudah mengatakan ada kejanggalan dalam kasus ini.
"Ini kalau kita mau cerna ya, DPR itu mau diam atau tidak. Karena masanya reses, kita katakan lagi kami akan panggil Kapolri. Begitu masa sidang, kita buktikan Rabu (24/8/2022) kita panggil," ujarnya.
Arteria menegaskan bahwa DPR tidak bisa bekerja hanya karena tekanan publik semata. Kalau hanya berdasarkan tekanan publik, jadi lembaga populis.
"Karena sering dihujat, DPR menjadi tidak populis. Kami mencari jalan keluar yang terbaik. Belum tentu menyenangkan banyak pihak termasuk publik," ujarnya.
Menurut Arteria, DPR tidak akan mengubah tatanan. Begitu kasus ini (Ferdy Sambo) diminta DPR untuk mencermati betul, maka jutaan kasus yang sama akan menuntut perlakuan yang sama oleh DPR.
"Bukannya kita demikian. Nanti semuanya minta perlakuan yang sama. Kita bekerja dalam konteks pengawasan di masa reses. Kami juga memantau mitra-mitra kami ada LPSK, Kompolnas, Komna HAM, Itsus dan Timsus Polri bekerja. Yang menyimpang pun kita tegur. Kita tidak makin memperunyam lagi," papar Arteria.
Mahfud sebelumnya mengatakan bahwa dalam mengungkap kasus Ferdy Sambo ini dirinya membutuhkan dukungan politik dari DPR agar kasus penembakan Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat ini bisa terang benderang.
"Kalau saya bilang DPR kok diam. DPR itu awal-awalnya ramai. Sesudah ini memanas, tidak ada suara dari sini (DPR)," ucap Mahfud.
"DPR kok diam? Biar ikut sama saya mendorong dalam mengungkap kasus ini. Karena hukum itu produk politik. Tidak bisa hukum jalan sendiri, kalau ada politik untuk mendorong persoalan masyarakat. Pro yustisianya kita dorong dari gerakan-gerakan politik," paparnya.
Kalau dibilang DPR diam kemudian bereaksi dengan DPR mengatakan itu Menko Polhukam tidak tau undang-undang bahwa DPR itu tidak perlu ikut campur.
"Lho itu dulu ikut campur terus, kasus Brotoseno terpidana korupsi berhasil dipecat karena campur tangan DPR," sebut Mahfud.
"Brotoseno dipenjara dipenjara, lalu jadi polisi lagi. Menurut undang-undang gak boleh. ribut orang. DPR ngomong karena berjasa. Jasa apa sih yang dibuat seorang koruptor, kata DPR nih Pak Bambang Martin. Baru Kapolri bergerak bersama Kompolnas, pecat! pecat lagi buat Perkapp dulu," ungkap Mahfud.
Tak hanya itu, terkait urusan pencabulan santri DPR juga ngomong.
"Urusan apa ngomong, jadi saya tunggu-tunggu. Biar kebenaran keluar," ujar Mahfud.
Mahfud menceritakan saat dirinya menjadi Ketua MK. Saat itu semua ajudannya ditarik. Kabarnya mau diculik karena barang bukti rekaman.
"Tapi kan saya tiktokan dengan publik, dengan DPR masalah jejak Buaya 2 itu. Kalau saya sendiri gitu, udah selesai. Udah masuk penjara dua orang itu. Saya menggunakan cara yang sama tapi tidak melanggar hukum, terukur. Apa yang boleh saya buka apa yang tidak boleh, saya ukur," tutupnya.