ADVERTISEMENT

Pasca Diberhentikan, Deolipa Yumara Minta Jokowi dan Kapolri Bayar Honor Rp15 Triliun, Begini Kata Pengamat

Minggu, 14 Agustus 2022 18:11 WIB

Share
Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menunjukan dokumen pencabutan sebagai pengacara diduga palsu. (Foto: Angga Pahlevi)
Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menunjukan dokumen pencabutan sebagai pengacara diduga palsu. (Foto: Angga Pahlevi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pasca diberhentikan sebagai Kuasa Hukum tersangka Bharada Richard Eliezer (Bharada E) melalui keputusan polisi.

Kini, mantan Kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara meminta honor hasil kerjanya kepada Kapolri dan Presiden Joko Widodo dengan nilai sebesar Rp15 triliun.

Permintaan tersebut, menurut Deolipa dilakukan atas dasar dirinya yang terus vokal dalam menyuarakan nasib tersangka Bharada E, selain dari keputusan tiba-tiba Bareskrim Polri yang mencabut kuasa dirinya sebagai kuasa hukum Bharada E.

"Ini kan penunjukkan dari negara, dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara, saya minta Rp15 triliun," kata Deolipa kepada wartawan, Jumat (12/8/2022).

Deolipa pun mengultimatum, apabila Bareskrim Polri atau negara tidak membayar jasa tersebut, maka dirinya akan melayangkan gugatan perdata.

"Kalau enggak ada, kami gugat, catat aja," ujar Deolipa.

Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan apa yang diminta Deolipa kepada negara dan Bareskrim Polri, adalah hal yang wajar karena merupakan hubungan yang kontraktual di antara klien dan pengacara atau pihak lain yang memberi kuasa.

"Itu kan hubungan antara pengacara dan klien itu hubungan yang kontraktual. Perjanjian itu dasarnya adalah kesepakatan, kalau keduanya sepakat oke, kalau kesepakatannya diputus artinya tidak ada lagi perjanjian, hanya tersisa hak dan kewajiban di antara keduanya saja (membayar honor)," kata Fickar saat dihubungi, Minggu (14/8/2022).

Dia melanjutkan, dalam hal ini berapa pun nilai honor yang diminta oleh Deolipa kepada Polri atau negara, tidak bisa diganggu gugat apabila nilai tersebut tertuang dalam kontrak perjanjian yang legal.

Polri atau negara, ujar dia, dapat menolak nilai honor tersebut apabila tidak tertuang dalam kontrak perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak.

"Kalau ada perjanjian di atas kertas, khususnya mencatut besaran honor, maka honor itu mengacu pada nilai yang disepakati pada kontrak perjanjian. Tetapi, kalau tidak ada, maka acuan honornya adalah terkait dengan kepantasan dan kelayakan kinerjanya. Karena kan honor lawyer itu mengacu pada kelayakan dan kepantasan bekerjanya. Itu juga menjadi relatif, layak untuk siapa dan pantas atau siapa," terangnya.

Menurut Fickar, apabila Deolipa merada nilai honor yang dimintanya itu sudah layak dan pantas dengan kinerjanya selama ini, dan pihak yang dia minta secara sukarela menyanggupi permintaan Deolipa.

Maka, semua ini tidak relevan lagi untuk dipermasalahkan, karena dari kedua belah pihak telah menyepakati semuanya.

"Jadi kalau keduanya sepakat, ya artinya gak ada masalah. Tapi intinya, kalau pengacara merasa sudah bekerja dan merasa belum mendapatkan bayaran. Maka dua berhak untuk menagih pembayarannya," ucapnya.

"Jadi saya rasa sah-sah saja kalau yang bersangkutan merasa layak untuk menerima pembayaran dengan nilai yang diminta," sambungnya.

Lebih lanjut, tambah Fickar, Deolipa juga berhak untuk membawa perkara ini ke meja hijau apabila tidak ditemukan titik temu dari permintaan honornya itu kepada Polri dan negara.

"Kalau tidak tersepakati dan timbul sengketa, ya tinggal dibawa ke Pengadilan saja. Biar pengadilan yang nanti menilai pantas atau tidaknya besaran honor itu, atau berhak tidaknya dia (Deolipa) menuntut honor sebesar itu," tandas Fickar. (adam)

 

ADVERTISEMENT

Reporter: Andi Adam Faturahman
Editor: Sumiyati
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT