Mungkinkah rakyat di sebuah negeri memilih pemimpinnya dari kalangan orang gila? Bisa saja. Jika itu terjadi di negeri yang semua rakyatnya terserang wabah aneh, yang membuat mereka kehilangan kewarasan.
Di tengah kegilaan, orang gila jadi nampak tidak gila. Justru orang waras yang jadi nampak gila. Orang gila pun jadi teladan.
"Dari mana luh, Dul?" tanya Babeh Sabeni ke Abdul, anaknya yang baru kelas 2 SD.
"Habis nonton film Spongebob, Beh."
"Seru ya filmnya. Sampe lupa makan?"
"Nggak sih, Beh. Biasa aja. Malah aneh. Masak ada Hari Kebalikan."
"Hari Kebalikan bagimane, Dul?"
"Semuanya dibalik. Kalo kita sebut 'baik', berarti 'buruk'. Kalau kita bilang 'kenyang', berarti kita sedang lapar."
"Oh, begitu. Nggak apa-apa ya, Dul. Yang penting kita jangan ikut-ikutan kebolak-balik ya."
Dul pergi ke dapur. Makan siang. Babeh Sabeni kepikiran omongan si Dul.
"Bener juga ya, sekarang memang zaman kebalikan," katanya membathin.
Tuntunan, sekarang jadi tontonan. Eh, yang seharusnya jadi tontonan, sekarang malah dijadiin tuntutan.
Orang pintar dibuang-buang, orang gila dijadikan panutan.
Petugas keamanan justru diamanin. Preman dan penjahat malah jadi keamanan.
Yang baik dianggap munafik, yang buruk dianggap menarik.
Yang haram diclaim nyentrik, yang halal dibilang tengik.
Kepalsuan dan hoaks jadi trending topik, yang asli dan jujur dibilang tak asik.
Orang bodoh dipilih jadi pemimpin, orang pintar disingkirkan dianggap sinting.
Agama dijadikan bahan politik, sahwat politik dijadikan agama.
Orang kaya berfoya-foya mengeruk uang negara, orang miskin dipaksa hidup prihatin.
Barangkali saat ini kita telah mengalami situasi dan kondisi masyarakat yang disebut dengan Zaman Edan. Situasi yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak menentu, penuh kecemasan dan ketidak pastian. (gusmif)