ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko : Menuju Pergantian Kekuasaan

Kamis, 4 Agustus 2022 11:27 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Kepatuhan hukum wajib dilaksanakan dalam pesta demokrasi. Sebab, demokrasi tanpa hukum bisa liar dan dimungkinkan menimbulkan anarki” – Harmoko.
 
Tahapan pemilu serentak 2024 sudah dimulai dengan dibukanya pendaftaran parpol peserta pemilu sejak 1 Agustus hingga 14 Agustus 2022. Antusiasme peserta pemilu cukup tinggi, hingga hari kedua sudah belasan parpol mendaftarkan diri, menandakan tumbuhnya demokrasi di negeri ini. Tentu, rakyat sangat berharap tumbuh menjadi lebih baik, lebih santun, lebih bermoral dan berakal sehat. Bukan semakin brutal dan sesat.

Pemilu serentak tahun 2024 merupakan perhelatan demokrasi yang akan menjadi torehan sejarah pergantian kekuasaan terbesar dalam sejarah negeri ini. Tak ubahnya  pemilu 2004 dan  2014, boleh jadi akan lebih besar pengaruh dan torehan sejarahnya, karena pada 2024 terdapat pula pilkada serentak.  
Bisa dikatakan 2024, tahun maha politik. Tidak saja akan adanya pergantian pemimpin nasional (Presiden dan Wapres), tapi juga akan terjadi perebutan 542 kursi pemimpin daerah baik sebagai gubernur, bupati maupun walikota. Terjadi pula perebutan 20.528 kursi legislatif baik di tingkat pusat (DPR) maupun DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota.

Pemilu 2024 bakal berat? Jawabnya akan ringan jika semua komponen bangsa  turun tangan sesuai fungsi dan tugasnya masing – masing. Lebih – lebih penyelenggara pemilu dan peserta pemilu, serta badan pengawas pelaksanaan pemilu. Tidak cukup bersikap netral, jujur dan adil dalam menjalankan amanatnya, tetapi perlu tambahan sikap peduli terhadap situasi terkini dan peka menghadapi setiap gejala.

Sekecil apapun potensi kerawanan harus diantisipasi dan diwaspadai sejak dini. Sengketa pemilu pasca pendaftaran peserta pemilu sebagai tahapan awal pergantian kekuasaan, perlu diantisipasi. Gugatan bisa saja diajukan oleh parpol yang gagal verifikasi persyaratan, baik administrasi maupun faktual. Terdapat sedikitnya 42 parpol (lama dan baru) yang terdaftar dalam akun Sistem Informasi Politik (Sipol) Pemilihan Umum 2024. Berapa yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, masih dalam proses.

Sengketa pemilu antara peserta (parpol)  dan penyelenggara (KPU) bagian dari proses demokrasi, tetapi penyelesaian yang memihak, diwarnai ketidakadilan akan berdampak buruk bagi proses berikutnya. Embrio penyimpangan harus dihentikan, agar tidak berkembang menjadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif.

Masih banyak potensi kerawanan lain seperti data pemilih, logistik pemilu mulai dari desain, hasil cetak, distribusi hingga surat suara yang tertukar . Belum lagi surat suara tidak sah, yang dalam pemilu sebelumnya masih cukup tinggi. Pada pilpres 2019 misalnya suara sah 154.257.601, suara tidak sah 3.754.905. Sedangkan pada pileg, suara tidak sah sangat tinggi sebesar 17.503.953 dan suara sah 139.971.260. Bisa jadi karena desain surat suara lebih rumit.

Masih banyak potensi kerawanan lain yang dapat menimbulkan gesekan dan perpecahan hingga ke akar rumput yang berujung kepada ancaman persatuan dan kesatuan.
Kita semua rakyat Indonesia tentu berharap pemilu serentak 2024 sebagai perwujudan demokrasi ( kedaulatan rakyat) dapat terlaksana dengan baik. Jauh dari gesekan dan perpecahan akibat beda pilihan. Jauh pula dari pelanggaran. Kalau terdapat pelanggaran selesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku tentang penyelenggaraan pemilu, bukan lewat kebijakan yang memihak akibat tekanan dan paksaan.

Prinsip Jurdil (jujur dan adil) harus ditegakkan sejak pendaftaran parpol peserta pemilu hingga penetapan hasil suara pemilu seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini. Jurdil pula dalam menyelesaikan sengketa untuk menciptakan kepatuhan hukum dalam penyelenggaraan pemilu.
Ingat! Kepatuhan hukum wajib dilaksanakan dalam pesta demokrasi. Sebab, demokrasi tanpa hukum bisa liar dan dimungkinkan menimbulkan anarki. 

Pelaksanaan demokrasi senantiasa harus dikawal oleh hukum agar dapat berjalan tertib. Sehingga kedaulatan rakyat tetap terjaga dan terhindarkan dari kemungkinan timbulnya kekacauan dan gesekan antarkelompok.

Disinilah para elite politik dituntut tampil paling depan bersikap jurdil, dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi yang kita anut. Patuh terhadap ketentuan pesta demokrasi, bukan pesta ala maunya sendiri dengan melanggar etika dan norma.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT