Leo mengungkapkan Ketua Komite Kredit memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT HNM sebesar Rp30 miliar terdiri dari KMK sebesar Rp13 miliar dan KI sebesar Rp17 miliar.
"Kemudian pada bulan November 2017, PT HNM kembali mengajukan penambahan plafond kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp35 miliar, padahal diketahui sejak pencairan kredit pertama di bulan Juni 2017 sebesar Rp30 miliar PT HNM belum melaksanakan kewajibannya melakukan pembayaran angsuran kredit, sehingga total kredit PT HNM mencapai Rp65 miliar," ungkapnya.
Lebih lanjut, Leo menambahkan kredit modal kerja dan kredit investasi ini katanya tidak tidak memenuhi persyaratan. Sebagai debitur, PT HNM juga tidak memenuhi beberapa syarat. Seperti, perjanjian pengikat agunan, menyerahkan surat pernyataan telah menyerahkan Collateral Fixed Asset, membuka rekening escrow di Bank Banten, dan menandatangani perjanjian pengikatan agunan.
"Dalam penyidikan terungkap fakta bahwa tersangka RS selaku Direktur PT HNM yang merupakan Debitur bersama-sama dengan tersangka SDJ selaku Pemimpin Divisi Kredit Komersial Plt Pemimpin Bank Banten Kantor Wilayah DKI Jakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan menyalahgunakan
kewenangan," tambahnya.
Selain itu, Leo mengaskan dari penyidikan diketahui aset agunan yang diagunkan oleh PT HNM ke Bank Banten tidak ada yang terikat sempurna, serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan. Bank Banten hanya menguasai 2 sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT HNM, dan 5 sertifikat bidang tanah lainnya Bank Banten tidak menguasainya.
"Kemudian tiga dari lima sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT HNM kepada Bank Banten ternyata dikuasai oleh PT Hudaya Maju Mandiri (leasing), lalu 49 dump truk PT HNM ditarik oleh leasing, dan pembayaran pelaksanaan kredit ditransfer langsung ke-rekening pribadi Direktur PT HMN dengan dasar surat keterangan lunas palsu yang dikeluarkan dealer," tegasnya seraya menyebut temuan lainnya.
"Kedua tersangka akan dijerat Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 Undang - Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tandasnya. (haryono)