“KEPERCAYAAN publik akan terbangun, jika tanpa keraguan. Sementara keraguan akan hilang, manakala datang kejujuran dalam mengungkap kebenaran, bukan menyembunyikannya dengan menutupi kesalahan” - Harmoko -
Sering dikatakan kepercayaan itu mahal. Sekali saja kepercayaan itu runtuh, akan sulit mengembalikannya. Akan membutuhkan waktu yang panjang untuk memulihkannya, yang tidak cukup satu periode sebuah kepemimpinan. Belum lagi proses berbelit, lebih – lebih tanpa didukung adanya kejujuran dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kejujuran mudah diucapkan, tetapi sulit diwujudkan, sesulit mengungkap kebenaran itu sendiri. Namun, seberat apapun kesulitan yang dihadapi bukanlah menjadi penghalang, kebenaran dan keadilan wajib diwujudkan karena itulah perintah undang –undang.
Berani membela kebenaran dan keadilan terukir secara jelas dan tegas pada salah satu dari sepuluh butir nilai-nilai sila kedua falsafah bangsa, Pancasila, wajib diamalkan, bukan sebatas hafalan. Bukan pula sekadar pemahaman.
Ini merujuk kepada sebuah pedoman bahwa mewujudkan masyarakat adil dan makmur, adil dalam kemakmuran dan makmur yang berkeadilan sebagai cita – cita negeri dapat terealisasi manakala kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan.
Yang hendak saya katakan, mengungkap sebuah kebenaran adalah kewajiban anak bangsa, siapapun dia, dimanapun adanya. Mulai dari pinggir jalan hingga gedung kementerian. Mulai dari rakyat jelata hingga pejabat negara. Terlebih institusi penegak hukum, hendaknya tampil di depan dalam mengungkap kebenaran.
Kasus – kasus yang menarik perhatian publik seperti mafia minyak goreng yang berdampak luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sudah semestinya mendapat ekstra. Tidak cukup menjerat di level swasta (pengusaha), juga pejabat yang melindunginya dengan kebijakan yang diterapkannya.
Begitu juga kasus yang baru – baru ini viral, polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri, diharapkan pengusutan lebih transparan guna mencegah keraguan publik.
Masih cukup banyak kasus lain perlu mendapatkan perhatian. Jika dirinci akan tercetak daftar panjang yang perlu dicarikan solusi. Baik menyangkut penyalahgunaan wewenang, kebijakan yang membuat rakyat kian terbebani, sementara kelompok lain semakin menikmati. Oligarki, monopoli, kolusi hingga korupsi di sektor manapun perlu ditangani secara transparan guna menegakkan kebenaran.
Kita tahu, kebenaran tak cukup dikatakan, tetapi perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari.
Kebenaran dapat ditegakkan karena adanya kejujuran. Kebenaran menjadi sulit ditegakkan boleh jadi karena adanya orang – orang yang berusaha menutupi keadaan yang sebenarnya. Tidak jujur memberikan kesaksian, alias menyembunyikan kebenaran.
Fakta telah membuktikan kebenaran takkan terungkap jika masyarakat tak berani mengungkapnya. Kesalahan akan selamanya tersembunyi, jika di antara kita, yang punya kepentingan saling menutupi.
Cukup banyak penyelesaian kasus yang masih menyisakan keraguan publik yang berujung kepada merosotnya tingkat kepercayaan.
Saat sekarang yang diperlukan adalah membangun kepercayaan publik. Kita tahu persis, sektor mana yang perlu diperbaiki, dijaga dan ditingkatkan seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Perlu komitmen seluruh elemen bangsa, beranikah mengatakan kebenaran yang sesungguhnya meski terasa pahit untuk mengatakannya, maukah menguak kesalahan meski risiko buruk bakal dihadapi.
Sering terjadi, kita tahu persis fakta yang sesungguhnya atas sebuah ketidakbenaran, tetapi karena satu dan lain, karena tekanan, demi membela korps, kolega dan kepentingan institusi, lantas menutupinya.
Diyakini, siapapun tidak berkehendak yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar. Pepatah Jawa mengatakan, “Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang” – Perkara buruk dianggap baik, sedangkan yang buruk dianggap baik.
Tentu hal ini jangan sampai terjadi. Mengingat yang benar saja belum tentu tepat, “bener, nanging ora pener”, jika salah menerapkannya.
Intinya kita tidak ingin kebenaran palsu ataupun kesalahan palsu dipertontonkan kepada publik. Selain akan memunculkan keraguan dan meruntuhkan kepercayaan publik, juga dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dapat pula menimbulkan rasa saling curiga, salah paham dan menajamnya perselisihan.
Ingat! Kebenaran menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan, sementara ketidakbenaran menjadi kuat akibat kekompakan mereka yang mengemasnya. (Azisoko)