ADVERTISEMENT

Polisi Sempat Menyatakan CCTV di Rumah Irjen Ferdy Sambo Mati Sejak Dua Minggu Sebelum Kejadian. Ini Penjelasan Psikolog Forensik

Jumat, 22 Juli 2022 07:14 WIB

Share
Kolase foto Brigadir J dan rumah Irjen Ferdy Sambo (Foto: ist.)
Kolase foto Brigadir J dan rumah Irjen Ferdy Sambo (Foto: ist.)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Brigadir Novryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas saat terlibat baku tembak dengan Bharada E. Kendati, tewasnya Brigadir J masih banyak kejanggalan.

Pasalnya, banyak luka yang dialami Brigadir J bukan dari sebuah hempasan peluru senjata api berupa pistol atau lainnya.

Seperti diketahui, saat ini polisi juga tengah menyelidiki kasus tewasnya Brigadir J itu. Kapolri pun telah membentuk Tim Khusus yang di pimpin langsung Wakapolri, Komisaris Jenderal (Komjen) Gatot Eddy Pramono.

Kemudian, kuasa hukum keluarga mendiang Brigadir J juga telah melaporkan tewasnya Brigadir J bukan karena baku tembak lantaran adanya dugaan tindak pidana pembunuhan terencana dan penganiayaan hingga tewasnya seseorang.

Menanggapi hal itu, Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan terkait CCTV yang oleh polisi disebut mati sejak dua minggu sebelum kejadian tewasnya Brigadir J, dan kemudian ditemukan cctv itu di sekitaran lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, itu bermula untuk melakukan upaya menghilangkan barang bukti.

"Justru itu mengindikasikan adanya upaya menghilangkan barang bukti," ujar Reza saat dikonfirmasi, Kamis (21/7/2022) malam.

Adapun hal itu, mendasar pada informasi awal yang dikatakan Kapolres Metro Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa CCTV di rumah Ferdy Sambo mati sejak dua minggu sebelum kejadian.

Kemudian, Kadiv Humas Mabes Polri menyebut telah menemukan CCTV di sekitaran lokasi TKP yang nantinya bakal mengungkap kasus tewasnya Brigadir J.

Lanjut Reza, dalam kepolisian itu terdapat sebuah istilah yakni code of silence alias kode senyap. Istilah itu diketahui, merujuk pada subkultur menyimpang personel menutup-nutupi kesalahan sejawat.

"Bisa dibayangkan, ketika sejawat berpangkat atau berjabatan tinggi, code of silence semakin mungkin terjadi. Sejawat sementereng itu punya efek psikologis yang intimidatif terhadap penyidik," ucap Reza.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT