Kopi Pagi Harmoko: Ironi! Mengoreksi, Yes. Dikoreksi, No

Senin, 18 Juli 2022 08:00 WIB

Share

Perlu sikap legowo mau dikoreksi. Jangan cuma rajin mengoreksi pihak lain, tapi dirinya dan kelompoknya tidak mau dikoreksi. Sekalipun sebagai pemegang kekuasaan, jabatan, lebih – lebih pengambil keputusan.. – Harmoko -

NEGARA kita yang menganut Demokrasi Pancasila, senantiasa mengembangkan sikap saling mengoreksi, saling mengingatkan untuk kebaikan dan kemajuan bersama. Sayangnya, belakangan ini di ruang publik terlihat banyak yang rajin - rajin mengoreksi, tetapi ogah, malah marah ketika dikoreksi. Berbagai upaya sering dilakukan agar terbebas dari koreksi, dengan mencari pembenaran dan dukungan bahwa kebijakan yang digulirkan adalah baik, meski jauh dari harapan rakyat.

Padahal budaya saling mengoreksi yang penuh etika perlu kita jaga dan rawat bersama sebagai jati diri bangsa yang sudah ada dan diterapkan sejak dulu kala oleh para leluhur kita, sebelum negeri ini berdiri.

Sikap tidak mau dikoreksi mencerminkan kesombongan, tak ubahnya “adigang, adigung, adiguno”- senantiasa mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepintarannya. Sebuah perilaku yang jelas – jelas bertentangan dengan nilai – nilai luhur falsafah bangsa, Pancasila.

Sikap tidak mau dikoreksi, juga mencerminkan ketidakjujuran. Sementara setiap manusia, lebih – lebih para elite, pemimpin di level manapun wajib mengedepankan kejujuran, jika hendak membangun negeri yang aman, sentosa, damai dan sejahtera.

Sikap tidak mau dikoreksi akan membawa kebenaran palsu, kebenaran yang dipaksakan menurut versinya, kelompoknya, koleganya demi kepentingannya, tetapi tidak dengan masyarakat banyak. Inilah yang disebut “pembenaran” bukan “kebenaran”.

Kita, boleh jadi prihatin menyaksikan di ruang publik, sering tampil upaya pembenaran atas sebuah konten, isu, pernyataan menggiring kepada satu dukungan. Jika terkait hal positif, tak lepas dari upaya pencitraan, kalau isunya negatif, tak jauh dari pembunuhan karakter terhadap lawan politiknya.

Jika kondisi ini terus dibiarkan akan membawa perselisihan yang tak berujung pangkal. Gerbong dukungan bertambah, tetapi tak tahu arah dan tujuan, terombang – ambing dalam pusaran ketidakpastian yang setiap saat dapat terperosok jurang, tak ubahnya ketidakpastian global yang penuh dengan beragam ancaman.

Itulah perlunya sikap legowo mau dikoreksi. Jangan cuma rajin mengoreksi pihak lain, tapi dirinya dan pihaknya tidak mau dikoreksi. Sekalipun pemegang kekuasaan, jabatan, lebih – lebih pengambil keputusan, tetap harus sadar, mau mawas diri untuk dikoreksi seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Dengan mawas diri agar tahu posisi kita sekarang ada di mana? Apa yang sudah dilakukan, hasilnya seperti apa, kekurangannya di mana dan apa yang harus segera dilakukan menghadapi berbagai ancaman.

Halaman
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar