Foto : Penerimaan audiensi oleh Ketua DPRD Kabupaten Bogor. (Poskota/Panca Aji)

Bogor

Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto Akan Lakukan Langkah Konkret Terkait Dugaan Penyalahgunaan Dokumen Hak Tanah Milik Petani 

Kamis 30 Jun 2022, 11:22 WIB

BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto menerima kunjungan audiensi dari petani Desa Pancawati dan Desa Cimande terkait dugaan penyalahgunaan redistribusi sertifikat tanah. 

Dalam audiensi tersebut, Rudy mengatakan, ia menerima surat yang dilayangkan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Bogor terkait dugaan penyalahgunaan dokumen hak milik tanah atas nama petani di dua desa tersebut oleh oknum-oknum pejabat desa. 

"Kami DPRD Kabupaten Bogor secara langsung mengatakan kepada para petani untuk menyampaikan kondisi realita di lapangan seperti apa, kalau memang dari dokumen yang kami terima, sertifikat redistribusi itu sudah terbit di tanggal 19 mei 2016," ungkapnya, Rabu (29/6/2022). 

Menurut Rudy, sertifikat hak kepemilikan tanah tersebut adalah dokumen atau lembaran negara. 

"Jadi penyalahgunaan dokumen atau lembaran negara ini berarti masuk pada unsur tindak pidana, karena di clausalnya disebutkan ada penunjuk, hak milik yang diberikan atas tanah tersebut apabila akan dialihkan harus seizin kepala BPN Kabupaten Bogor, baik sebagaian atau seluruhnya untuk jangka waktu 10 tahun sejak hak atas tanah di daftarkan," paparnya. 

Ketua DPRD Kabupaten Bogor ini mengatakan, menurut penuturan para petani, masyarakat  belum pernah menerima dan melihat sertifikat atas nama para petani itu sendiri. 

"Saya pun mendapatkan keluhan bahwa di lokasi malah hari ini terjadi pembangunan besar-besaran hingga alat berat juga turun, tentunya kami ingin mendengar dari para petani ini sendiri," ucap Rudy. 

Politisi asal Partai Gerindra ini menegaskan akan mengambil langkah lebih lanjut terkait aduan penggarap eks HGU PT Rejo Sari Bumi ini. 

"Karena kami lihat kepemilikan lahan ini, kalo bicara penggarap memang masing-masing penggarap tidak ada yang menguasai lahan hingga berhektar-hektar paling besar saya lihat disini sekitar 1.300 meter yang selama ini digunakan sebagai objek lahan pertanian," jelasnya. 

Lebih lanjut, menurut Rudy, redistribusi sertifikat hak milik ini adalah program Pemerintah Pusat yang diprakasai langsung oleh Presiden Joko Widodo. 

"Jadi beliau memfasilitasi para penggarap supaya memiliki alas hak yaitu sertifikat hak milik tanah, tapi realita di lapangan kenyataannya lain, tentunya program yang sudah baik tadi kita harus luruskan, jadi hari ini kami berharap para petani terus menceritakan apa realita yang ada di lapangan, apa yang dirasakan dan kami akan jadwalkan kembali untuk mengundang pihak-pihak terkait," ucap pria berusia 35 tahun ini. 

Rudy pun menyarankan, ke depannya, surat audiensi yang dikirim kepada DPRD Kabupaten Bogor oleh para petani melalui LPRI, baiknya ditujukan pula kepada Satgas Mafia Tanah, Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri dan Polres Bogor dengan tujuan agar proses tindak lanjut atas aspirasi petani tersebut berjalan dengan baik. 

"Tentunya saya mengapresiasi bapak-bapak sekalian yang datang ke kantor DPRD, tujuannya adalah untuk silaturahmi dan musyawarah supaya nanti di lapangan kita sama-sama sepakat, supaya nanti pengurusan prosedur terkait permasalahan ini kita bicarakan dengan cara baik dengan cara musyawarah, mufakad dan tidak ada tindakan-tindakan anarkis di lapangan," pintanya. 

Karena menurut Rudy, jika ada anarkis di lapangan, akan membuat perjuangan para petani ini sia-sia dalam melakukan upaya penegakan hukum. 

"Selama bapak-bapak ingin membicarakannya dengan cara bermusyawarah dan cara yang betul kami DPRD akan siap membantu, tapi kalo bapak-bapak anarkis di lapangan, kita pun ingin membantu tapu bingung mihak yang mana, kalo kita melihat sekilas dokumen yang ada, redistribusi tanah ini adalah milik bapak-bapak sekalian," paparnya. 

Dalam audiensi tersebut, Rudy menyimpulkan inti dari permasalahan yang dialami petani di Kecamatan Caringin tersebut. 

"Jadi intinya adalah, pertama program redistribusi tanah yang diinisiasi oleh pak Presiden RI sebenarnya baik. Para petani ada yang memiliki lahan garap hingga 1.000 meter bahkan 2.000 meter, mereka menggarap lahan dan lahan tersebut memiliki alas hak/sertifikat hak milik atas nama mereka sendiri," jelasnya lagi. 

Namun, Ironisnya, saat program redistribusi sertifikat tanah tersebut dijalankan, para petani ini tidak pernah mengetahui alas hak atas tanah yang dimiliki. 

"Akan tetapi, pada saat program tersebut dijalankan, jadi saat proses sertifikasi tanah ini sudah keluar di tanggal 19 Mei 2016, saat SHM jadi tidak pernah diberitahukan kepada penggarap, akhirnya pada tahun terakhir 21 januari 2022 penggarap dikumpulkan dan mereka taunya masih garap tanah milik pemerintah, taunya sebagai penggarap yang gak punya tanah, padahal sertifikatnya sudah keluar atas nama mereka sendiri," ujarnya. 

Tak berhenti pada pengumpulan masyarakat, para petani ini pun mengaku mendapatkan uang kerohiman atas tanah yang telah dimiliki secara pribadi tersebut. 

"Jadi masyarakat dikumpulkan, dikasih uang kerohiman seakan-akan tanah ini jangan digarap lagi, tanahnya mau dipake, padahal status tanah menurut pemerintah berdasarkan sertifikat hak milik yang dikeluarkan adalah tanah petani, tapi petani gak tau kalo itu tanah mereka karena gak pernah diinformasikan oleh pejabat pemdes, baik pemkab maupun kantor BPN sendiri," kata Rudy. 

Jadi akhirnya, lanjut Rudy, para petani merasa bahwa tanah ini bukan milik mereka pribadi. 

"Usai mendapatkan stigma tersebut, para petani pun mengaku diberikan uang kerohiman, tapi ternyata tanah tersebut diperjualbelikan lagi ke pihak tertentu, dimana sertifikat tersebut adalah mutlak namanya atas nama para petani," urainya. 

Dalam hal ini Rudy menegaskan, DRPD Kabupaten Bogor akan mengambil langkah lebih lanjut untuk menangani kasus dugaan penyalahgunaan dokumen redistribusi sertifikat tanah tersebut. 

"Mungkin nanti perwakilan petani saya akan undang kembali dan saya pun akan komunikasikan dengan pihak terkait, nanti kita fasilitasi duduk bersama dengan pihak terkait baik dengan BPN, Polres atau dengan Kejaksaan, semua itu bisa diskusi bersama dan bisa menghasilkan langkah yang lebih konkret lagi, pesen saya cuma satu, kita bersepakat hari ini bersilaturahmi, bermusyawarah gak boleh ada anarkis di lapangan," pintanya. 

Bahkan Rudy mengaku, ia akan membawa beberapa perwakilan petani ini untuk menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah Pusat. 

"Nanti kami minta perwakilan petani untuk diajak ke pemerintah pusat, dan bapak-bapak ini harus berani menyampaikan hal yang sama bahwa mereka menerima kerohiman karena belum tahu sertifikatnya keluar dari 2016, selain itu mohon maaf dari petani ini ada beberapa yang gak bisa baca tulis dan yang gak bisa baca pun gak boleh baca yang penting tanda tangan, akhirnya dikasih uang dan tanda tangan, karena tadi disampaikan mau terima duit atau duit gak dapet tanah diambil," ucapnya. 

Sementara itu, Ketua LPRI Bogor, Puguh yang mendampingi para petani tersebut menjelaskan, petani hanya ingin beraudiensi dengan DPRD Kabupaten Bogor terkait dugaan adanya mafia tanah di lahan Eks Hak Guna Usaha (HGU) Rejo Sari Bumi, di Desa Pancawati dan Desa Cimande, Kematan Caringin, Kabupaten Bogor. 

"Para petani ini mengadukan nasibnya lantaran hak tanah dengan sertifikat atas nama pribadinyai diduga diperjual belikan oleh oknum tak bertanggung jawab," ucap Puguh. 

Dugaan itu mencuat setelah para petani melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional yang menyatakan sertifikat atas nama warga sudah diterbitkan dan sudah diserahkan ke masyarakat. 

"Namun, pada kenyataannya, masyarakat yang dimaksud tersebut adalah petani yang mengaku belum menerima serfikat miliknya," katanya. 

Akibatnya, para petani ini mengaku dilarang bertani dilahan yang seharusnya menjadi miliknya karena sudah bersertifikat. 

"Ini ditransaksikan, diperjual belikan sertifikat masyarakat ini, oleh oknum kepada para pengusaha, sekarang petani yang sedang menggarap diusir dengan alat-alat berat karena akan dijadikan vila dan resort oleh pengusaha-pengusaha yang membeli dari oknum-oknum dengan dasar membeli atas dasar sertifikat warga petani, jadi sertifikatnya disimpen oleh pejabat desa," ujarnya. 

Dari penuturan Puguh, jika di total ada sekitar 400 bidang tanah dengan luasan mencapai 50 hektar. (Red)

Tags:
ketua dprd bogorRudy Susmantolangkah konkrethak petanipenyalahgunaan dokumen hak tanah

Administrator

Reporter

Novriadji

Editor