YOGYAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengunjung berusia 20 hingga 40 tahun mendominasi wisata ke monumen Buddha terbesar di dunia ini.
Namun sejumlah kerusakan yang terus terjadi di candi Borobudur seperti yang diakui Balai Konservasi Borobudur.
Perbincangan mengenai kerusakan Borobudur mendorong ditemukannya solusi yang tepat atas situasi ini.
Seperti Yoyok Wahyu Subroto yang mencoba memetakan pengunjung berdasarkan rentang usia dalam diskusi mengenai Borobudur pada Juni ini.
“Mereka ini adalah generasi yang mendominasi wisatawan yang akan berkunjung ke Borobudur,” ucapnya seperti dikutip dari VOA.
Yoyok Wahyu Subroto melanjutkan,”Mereka memiliki dunia yang berbeda. Mereka lebih mengenal dunia virtual dibandingkan dunia nyata."
“Mereka lebih akrab dengan realitas virtual. Untuk ke candi barangkali tidak perlu harus menaiki. Tetapi dengan teknologi kita bisa merasakan batu candi dan reliefnya,” ungkap tenaga ahli di Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (Puspar UGM) ini.
Perbincangan mengenai kerusakan yang dialami Borobudur sebenarnya sudah dirasakan sejak satu dekade terakhir.
Candi Borobudur sebagai bangunan memiliki massa atau berat. Jika ditambah dengan wisatawan yang naik, misalnya seribu orang dengan berat rata-rata 80 kilogram, berarti bebannya akan bertambah 80 ton. Jumlah ini akan memperberat tugas candi menyangga beban.
Hal ini memicu wacana yang telah lama terdengar agar mensterilkan Candi Borobudur dari pengunjung.
Hanya mereka yang memiliki kepentingan khusus, seperti untuk penelitian dan ibadah, memiliki akses hingga ke atas.
Monumen Buddha terbesar di dunia ini memiliki enam teras bujur sangkar dan tiga pelataran melingkar.
Di samping itu memiliki 2.672 panel relief naratif dan dekoratif, 1.472 stupa, dan 504 arca Buddha.
Candi ini dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 meter dan membutuhkan sekitar 55 ribu meter kubik batu andesit. ***