"Jadi dengan hal tersebut, kami akan upayakan agar mereka mencabut baiat dan kembali kepada ideologi Pancasila dan NKRI," pungkas jenderal berbintang 1 itu.
Sebelumnya, tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil menangkap Abdul Qadir Hasan Baraja yang merupakan sosok pemimpin tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin di wilayah Bandar Lampung pada Selasa, 7 Juni 2022 sekitar pukul 06.30 WIB.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, dalam giat senyap ini, Polda Metro Jaya menemukan adanya beberapa tindakan yang diduga melawan hukum atau tindak pidana yang dilakukan oleh organisasi tersebut.
"Polda Metro Jaya tidak hanya melihat dari kegiatan konvoi rombongan khilafah yang dilakukan pada tanggal 29 Mei 2022 di Cawang, Jakarta Timur. Namun, penangkapan ini juga dilakukan dari suatu hal yang tidak terpisahkan, yaitu provokasi yang diucapkan dengan kebencian serta berita bohong, yang dilakukan dengan menjelekkan pemerintahan yang sah di negara kita," kata Zulpan dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Selasa 7 Juni 2022.
Zulpan melanjutkan, selain hal tersebut, penangkapan ini juga dilakukan atas dasar adanya dugaan kegiatan organisasi yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan juga Pancasila sebagai ideologi negara.
"Organisasi ini kemudian melakukan dan mengajak untuk mengubah ideologi negara. Mereka menyebut bahwa Pancasila ini bertentangan dengan peraturan serta Perundang-undangan di Indonesia," ujar dia.
"Organisasi atau kelompok ini, kemudian menawarkan Khilafah sebagai solusi pengganti ideologi negara atas dalih demi kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat," sambung Zulpan.
Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1995 itu mengatakan, dalam penangkapan ini juga, pihaknya telah menetapkan Abdul Qadir sebagai tersangka. Dengan begitu, Abdul Qadir akan menjalani pemeriksaan kesehatan dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya selama proses penyidikan.
"Yang bersangkutan disangkakan dengan Pasal 59 Ayat (4) Juncto Pasal 82 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) serta Pasal 14 Ayat (1) dan (2), dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara," tandas perwira polisi berpangkat melati tiga itu. (adam)