ADVERTISEMENT

BNPT bakal Deradikalisasi Anggota-Petinggi Khilafatul Muslimin: Agar Kembali ke Pancasila dan NKRI

Kamis, 9 Juni 2022 16:58 WIB

Share
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid. (Foto: Dokumentasi BNPT)
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid. (Foto: Dokumentasi BNPT)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah terus berupaya menangkal dan menuntun kembali pihak-pihak yang telah salah kaprah memaknai agama lantaran terpapar 'virus' radikal, untuk kembali ke jalan yang benar dengan menganut ideologi Pancasila.

Hal tersebut pula yang saat ini telah direncanakan akan dilakukan terhadap para anggota hingga petinggi organisasi Khilafatul Muslimin, yang telah salah dalam mengartikan agama Islam sebagai agama yang cinta akan perdamaian dan toleransi.

"Kami sedang menggalang, merangkul para anggota Khilafatul Muslimin untuk mau bertaubat atau mencabut baiat sebelumnya, dan melakukan taubat konstitusi untuk kembali kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu sedang kami upayakan," kata Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid saat dihubungi wartawan, Kamis 9 Juni 2022.

Deradikalisasi Khilafatul Muslimin itu, jelas Nurwakhid, direncanakan dengan berkaca suksesnya upaya serupa yang dilakukan terhadap para mantan teroris di wilayah Sumatera Barat.

"Deradikalisasi ini seperti di Padang, itu ada 16 tokohnya yang ditangkap. Kemudian yang lainnya kami galang, dan akhirya mau cabut sumpah baiat," jelas dia.

Dia juga menerangkan, alasan pihaknya baru berencana menderadikalisasi Abdul Qadir Hasan Baraja, mengingat Abdul Qadir telah berkiprah sejak lama dalam dunia gelap terorisme.

Untuk diketahui, Abdul Qadir sendiri merupakan residivis tersangka terorisme, dengan catatan hitam terlibat kasus terorisme pada 1979 dan mendapat vonis hukuman penjara selama tiga tahun. Serta pada 1985 terlibat kasus bom di Jawa Timur dan Candi Borobudur, dengan hukuman vonis 13 tahun penjara.

"Jadi untuk kasus Hasan Baraja, kedua kasus tersebut kan menggunakan Undang-Undang (UU) anti-subversif. Dan waktu itu belum ada deradikalisasi dan sebagainya, saat itu pendekatan terhadap kasus terorisme berbeda dengan sekarang, setelah terbit UU Nomor 5 Tahun 2018," terang Nurwakhid.

"Jadi Hasan Baraja masih dimonitoring. Tetapi, kalau untuk diskusi-diskusi sudah sering juga dilakukan. Perlu diketahui juga, program deradikalisasi ini diperuntukkan bagi mereka yang jadi tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan mantan narapidana kasus terorisme," sambungnya.

Dengan demikian, ucap Nurwakhid, rencana deradikalisasi terhadap Abdul Qadir bisa dilakukan dengan terbitnya regulasi baru yang tidak lagi menggunakan UU anti subversif.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT