Anak Buah AHY: Jika Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota, Bupati dan Wali Kota Harus Dipilih Langsung!

Minggu, 15 Mei 2022 11:29 WIB

Share
Kader Demokrat, anak buah AHY, Santoso mendorong Bupati dan Wali Kota di Jakarta dipilih secara langsung jika Jakarta tidak lagi berstatus ibu kota negara (IKN). (foto: poskota/cr01/aldi)
Kader Demokrat, anak buah AHY, Santoso mendorong Bupati dan Wali Kota di Jakarta dipilih secara langsung jika Jakarta tidak lagi berstatus ibu kota negara (IKN). (foto: poskota/cr01/aldi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Santoso mendorong masyarakat agar melakukan judicial review pada pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, menurut anak buah AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tersebut, pasal itu berpotensi mengebiri masyarakat Jakarta setelah provinsi ini tidak lagi berstatus sebagai ibu kota NKRI.

"Ketika nanti Jakarta tidak lagi berstatus ibu kota negara seperti saat ini, imbasnya akan luar biasa, termasuk pada bidang perekonomian, karena meski pemerintah akan menjadikan Jakarta sebagai daerah khusus bisnis, tetapi ekonomi Jakarta tetap akan turun," kata Santoso dalam Sosialisasi UU Nomor 3 Tahun 2022 di Jakarta, Minggu 15 Mei 2022.

Eks Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini meyakini, ketika ibu kota dipindahkan ke Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur maka para elite yang selama ini menggerakkan perekonomian Jakarta, akan pindah ke sana.

Hal itu ia katakan, sebab Jakarta selama ini ibarat gula yang menarik orang untuk melakukan urbanisasi dan membuka usaha.

Tak hanya itu, Santoso juga menjelaskan, otonomi provinsi yang masih diterapkan pemerintah terhadap Jakarta sebagaimana tertuang dalam pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022, akan menjadi beban bagi rakyat Jakarta. Karena bupati dan wali kota tetap akan dipilih gubernur, sehingga bupati/ wali kota tidak punya kewenangan untuk mengelola sendiri wilayah yang dipimpinnya.

"Seharusnya dengan dicabutnya status IKN dari Jakarta, pemerintah melakukan akselerasi terhadap tata pemerintahan bagi Jakarta dengan mengembalikan status otonominya seperti status daerah khusus yang lain, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh, di mana otonomi juga diberikan ke tingkat kabupaten dan kota, bukan pada provinsi, karena status otonom untuk tingkat provinsi hanya berlaku bagi daerah khusus ibu kota negara," ujar Santoso.

Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta ini meyakini, jika otonomi juga diberikan kepada tingkat kabupaten dan kota di Jakarta, maka pembangunan di provinsi ini akan lebih maksimal, sehingga semua persoalan yang selama ini dihadapi Jakarta, seperti macet dan banjir, bisa saja akan teratasi dengan lebih baik, karena bupati dan walikotanya dipilih melalui Pilkada, dan memiliki tanggung jawab langsung kepada rakyat.

"Kalau setelah Jakarta tidak menjadi ibu kota negara, tetapi sistem pemerintahannya tetap otonomi di tingkat pusat, maka sama saja pemerintah mengebiri warga Jakarta, karena di satu sisi status ibu kota negaranya dicabut, tetapi di sisi lain sistem pemerintahannya masih otonomi tingkat provinsi seperti sebuah provinsi dengan status ibu kota negara," tutur Santoso.

Santoso membeberkan, pada Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 menyatakan, sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Halaman
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar