JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kedelai sering langka, kalau pun ada harganya mahal. Buntutnya, perajin tempe dan tahu sering kelabakan, bahkan mogok produksi segala. Warga konsumen ikut kelimpungan.
Nah, gejolak kebutuhan dan harga kacang kedelai, diprediksi akan terus berlanjut. Terutama, bagi para perajin tempe dan tahu di Indonesia.
Pasalnya, 95 persen kebutuhan kedelai nasional dipasok dari impor. Dan dari jumlah itu, 60 persen diantaranya diserap untuk produksi tempe dan tahu dalam negeri.
Dan diperkirakan, hingga Juli 2022, harga komoditas kedelai akan terus naik. Tentu saja, hal ini berimplikasi pada ketersediaan tempe dan tahu di pasar.
Dengan kondisi seperti itu, tak usah heran bila Menteri Koperasi dan UKM (MenKop UKM) Teten Masduki terus tancap gas melaju mengembangkan perkebunan Kacang Koro berbasis koperasi di Indonesia.
"Kita akan kembangkan Kacang Koro sebagai substitusi kedelai impor. Gerakan Koronisasi akan terus kita gaungkan," tegas MenKop UKM, kepada Poskota.co.id, Sabtu, (2/4).
Menteri Teten juga mengajak para perajin tempe dan tahu untuk kreatif dengan tidak selalu mengandalkan bahan baku produksinya pada kedelai impor.
Terlebih lagi, pasokan kedelai dari Amerika Serikat alami kendala karena cuaca disana. Sehingga, harga kedelai terus merangkak naik.
"Menanam kedelai di Indonesia juga terbilang kurang produktif. Maka, Kacang Koro bisa menjadi alternatif bahan baku bagi para perajin tempe dan tahu," ungkap Menteri Teten.
Menurut Menteri Teten, Kacang Koro berpeluang untuk dikembangkan menjadi salah satu komoditas strategis penunjang ketahanan pangan Indonesia karena memiliki aneka kelebihan.
"Yaitu, mudah dibudidayakan secara monokultur maupun tumpang sari dan adaptif pada lahan kering. Sumedang menjadi pilot project pengembangan budidaya Kacang Koro yang dikembangkan bersama Koperasi Paramasera," jelas MenKop UKM.