Ikatan Dokter Indonesia

Sabtu 02 Apr 2022, 07:00 WIB

IDI juga bergerak dalam ruang kemanusiaan tanpa batas. Pasien adalah pasien, tidak peduli apa agama, suku, status sosial, dan berbagai pembeda lainnya. Pada masa perjuangan ini, IDI hadir sebagai kekuatan perjuangan nasional yang menggelorakan semangat kesehatan untuk semua warga bangsa.

Disinilah kehadiran IDI dalam masa perjuangan menjadi begitu disegani. Jika tidak percaya, bacalah sejarah IDI. Resapi hal ikhwal strategic intent kelahiran IDI sebagaimana dengan gamblang dijelaskan dalam buku Saksi Sejarah, suatu otobiografi Dr. dr. Soeharto. 

Namun seiring waktu berjalan, dengan tantangan yang makin kompleks, dan persaingan antar bangsa yang memerlukan pentingnya human capital, IDI di era saat ini sepertinya menunjukkan gejala kemunduran. Dengan mandat negara yang begitu besar, supremasi IDI justru memunculkan berbagai bentuk pembatasan. Wadah tunggal organisasi profesi kedokteran pun dikritik.

 

dr Soeharto sedang menggendong Megawati. (foto: ist)

Hal yang sama juga nampak dengan kuatnya pengaturan kolegium ilmu kedokteran. Di sisi lain, eksistensi Konsil Kedokteran Indonesia dinilai telah mencampur-adukkan fungsi regulasi, pengawasan, dan praktik kedokteran dalam satu organisasi profesi. 

Otoritas yang begitu besar terkait izin praktik dokter juga dipandang sebagai penghambat transformasi kemajuan. Alih-alih mendorong pesatnya ilmu kedokteran, yang terjadi adalah terciptanya barrier to entry yang menghambat perkembangan. Hal ini nampak dari sulitnya dokter lulusan luar negeri untuk terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan dalam negeri. 

Dengan berbagai persoalan di atas, dan membandingkan keseluruhan muatan historis tentang kepeloporan IDI pada masa perjuangan, nampak adanya “gap” yang besar. Gap terlihat dalam semangat, kultur, dan resolusi konflik atas persoalan internal IDI, dan juga di dalam membumikan nilai-nilai kemanusiaan.

Faktanya, ditinjau dari kualitas dokter, sistem pendidikan kedokteran dan perawat, sarana-prasarana kesehatan, dan daya saing dalam pelayanan kesehatan serta kualitas kemampuan kesehatan, Indonesia berada di bawah Singapore, Kuba, Tiongkok, dan bahkan Malaysia. Begitu banyak devisa negara yang terbuang keluar negeri akibat terbatasnya kualitas sistem kesehatan dalam negeri. Berbagai hal tersebut seharusnya mendorong IDI untuk secepatnya berbenah diri dengan melakukan transformasi organisasi.

Di luar persoalan tersebut, muncul berita tidak kalah penting terhadap indikasi terjadinya kolusi dengan industri farmasi. Praktik ini berulang kali disuarakan. Berbagai kritik kuatnya kapitalisme dalam dunia kesehatan disuarakan tanpa henti. Dari suara yang paling sayup hingga berbagai bentuk perlawanan atas tingginya hegemoni industri farmasi. Kesemuanya menciptakan ekonomi biaya tinggi. 

Dengan berbagai persoalan tersebut, adanya pembelaan terhadap Prof. Dr. dr. Terawan yang dipecat secara sepihak oleh IDI harus dilihat bukan hanya sekedar pencabutan Surat Izin Praktik. Dengan tetap mengedepankan obyektivitas dan mencermati berbagai kritik yang selama ini muncul pada saat pembahasan Revisi UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, apa yang terjadi saat ini telah membuka kembali persoalan yang lebih mendasar: reformasi IDI.

Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Yasonna Laoly yang menegaskan bahwa izin praktik dokter merupakan ranah pemerintah. Dasar hukumnya sangat jelas bahwa kesehatan merupakan salah satu fungsi dasar yang menjadi tanggung jawab dan tugas negara. 

Ketika persoalan sudah menyentuh aspek kewenangan negara di dalam memenuhi kewajibannya pada seluruh rakyat Indonesia, maka tidak ada cara lain selain menempatkan kembali pelaksanaan politik kesehatan pada tanggung jawab negara. Berkaitan dengan hal ini, maka seluruh kebijakan negara di bidang kesehatan harus dikembalikan pada Pancasila. Ideologi bangsa ini menekankan pentingnya aspek kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia di dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

Demikian halnya pengaturan terhadap organisasi profesi kedokteran, harus ditempatkan dalam konstruksi tanggung jawab negara di dalam memajukan kesejahteraan umum dengan mencerdaskan kehidupan bangsa.

News Update