ADVERTISEMENT

Rakyat Menjerit Akibat Meroketnya Harga Migor, Mahasiswa PMII Kabupaten Bogor akan Turun ke Jalan

Jumat, 25 Maret 2022 18:33 WIB

Share
Demo desak tindak mafia minyak goreng. (Foto: Ahmad Tri Hawaari)
Demo desak tindak mafia minyak goreng. (Foto: Ahmad Tri Hawaari)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Rakyat menjerit akibat meroketnya harga minyak goreng (migor)  dan kebutuhan pokok lainnya. Terlebih kenaikan harga-gara bersamaan, membuat  rakyat mekin sempoyongan.

Setelah mendengar jeritan rakyat yang tak tahan atas meroketnya harga minyak goreng (migor), mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Bogor akan segera turun ke jalan. 

Hal ini diungkapkan Ketua PC PMII, Miftahuddin, menurutnya kenaikan harga Migor jelang bulan puasa tahun ini amatlah merugikan rakyat Kabupaten Bogor ditengah kondisi ekonomi yang sulit akibat virus corona (Covid-19) yang belum juga tuntas hingga saat ini. 

"Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, di Tahun 2021 diperkirakan angka kemiskinan naik sebesar 7,99%, dari yang sebelumnya 7,69%. pada tahun 2019 ke 2020 terjadi kenaikan kemiskinan sebesar 1,03%,"ungkapnya kepada wartawan, Jum'at (25/3/2022). 

Apalagi, lanjut Miftah, pengangguran di Kabupaten Bogor masih cukup besar, jika di tilik dari jumlahnya sekitar 12,22% atau sekitar 340.604 orang di Kabupaten Bogor belum memiliki pekerjaan tetap. 

“Dengan kondisi yang serba sulit ini ditambah Migor dan kebutuhan bahan pokok jelang Bulan Suci Ramadhan naik. Kita harus turun ke jalan menyuarakan keluh kesah dan jeritan dari warga kepada legislatif dan eksekutif,” tegasnya. 

Kenaikan dan kelangkaan migor ini membuat para pedagang kecil semakin sempoyongan, di tengah usahanya untuk bangkit dari himpitan ekonomi. 

Hal itu seperti keluhan dari salah satu penjual gorengan di wilayah Desa Tlajungudik, Kecamatan Gunung Putri, Emi, ia mengaku terpaksa menaikan harga jual gorengan yang mulanya 1.000 rupiah per-gorengan, saat ini ia terpaksa menjual 5.000 rupiah per-empat gorengan. 

“Mau gimana lagi kita cuma bisa dumel dan pasrah pada kenaikan harga migor saat ini. Kalau mau protes pun kita gak tau harus kemana, sedangkan mencari nafkah harus terus berjalan,” keluhnya. 

Lalu, keluhan yang lain datang dari salah satu Pemilik warung makan pada Kecamatan Citeureup, Eni, yang mana dirinya juga merasa berat dengan naiknya minyak curah. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT