JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti merespons terkait status penetapan tersangka atas dirinya dan Haris Azhar dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurutnya, ketika pejabat publik diduga melakukan sebuah manipulasi atau kebohongan, hal itu tidak dibahas atau diuji oleh polisi. Namun, ketika masyarakat melakukan hal yang didapat dari suatu riset, aparat malah balik mengkriminalisasinya.
"Ini menjadi preseden, bahwa masyarakat yang memberi kritik atau riset malah dikriminalisasi," kata Fatia dalam konferensi pers virtual, Sabtu, 19 Maret 2022.
Fatia melanjutkan, apa yang dilakukannya dengan Haris dalam hal ini disampaikan dengan kredibel dan merujuk pada hasil riset organisasi masyarakat sipil.
"Jadi LBP kita minta ayok buka data-datanya dan riset harus dibalas dengan riset juga," jelas dia.
Fatia mengatakan, dalam hal ini, upaya negara dalam melakukan kriminalisasi terhadapnya dan Haris Azhar justru berbanding terbalik dengan isu lain, misalnya isu penyiksaan oleh aparat.
"Kasus seperti itu jarang ada yang masuk ke ranah pidana, dan bahkan, kalau mau tarik ke belakang, para terduga pelanggar HAM masih berkeliaran dan mengisi posisi strategis di pemerintahan,” paparnya.
"Catatan KontraS, dalam beberapa kasus yang kami dampingi, khususnya oleh kekerasan aparat hukum, itu jarang sekali ada yang masuk ke dalam hukum pidana. Memang polanya kekerasanya masih sama, justru hari ini dilegitimasi oleh Undang-Undang untuk pejabat publik mengkriminalisasikan warga," imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan, fisiknya maupun Fatia memang bisa dipenjara. Namun, soal kebenaran yang dibicarakannya terkait relasi ekonomi politik di balik penempatan militer di Intan Jaya, Papua adalah kebenaran yang takkan pernah bisa ditutupi.
"Badan saya, fisik saya bisa dipenjara, tapi kebenaran yang dibicarakan di YouTube tidak. Penderitaan orang Papua tidak bisa diberangus dan ditempatkan dalam penjara. Penderitaan warga Intan Jaya terus menjerit mencari pertolongan," kata Haris.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) itu melanjutkan, adalah sebuah kehormatan bila negara memberinya status sebagai tahanan, atau bahkan mempenjarakan dirinya yang telah mengungkapkan sebuah fakta yang disembunyikan.
"Saya anggap itu kehormatan kepada saya atau fasilitas negara yang diberikan kepada saya yang telah membatu mengungkapkan fakta," ujar dia.
Ia menjelaskan, fakta yang dimaksud adalah konflik kepentingan sejumlah pejabat yang memiliki jabatan ganda, yakni jabatan dalam bisnis yang bersamaan dengan jabatannya sebagai pejabat publik.
Selain itu, Haris juga mengatakan, daripada negara sibuk mempidanakan dirinya, Fatia, atau pun para pegiat lain. Lebih baik negara mengurusi situasi di Papua yang kian memburuk setelah pada pekan lalu banyak terjadi korban dan tingkat pengungsian imbas konflik terus meningkat.
"Kenapa situasi buruk di Papua direspon dengan banyaknya tentara? Jadi ini persoalan integritas, jadi proses ini menunjukkan kemiskinan integritas yang mengabaikan fakta di lapangan dan malah ingin memenjarakan penyampai fakta," tutur dia.
Sebagai informasi, Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan atau yang juga dikenal dengan sapaan LBP, melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait video yang diunggah di akun YouTube bulan Agustus 2021 silam.
Dalam video yang bertajuk "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!", Haris dan Fatia dituduh telah mencemarkan dan memfitnah LBP, sehingga LBP pun melayangkan laporan terhadap kedua pegiat HAM tersebut ke Polda Metro Jaya pada September 2021 usai dua somasinya tidak ditanggapi.
Di dalam video tersebut, Haris dan Fatia membahas hasil riset sejumlah organisasi, seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka terkait bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Dalam obrolan tersebut, disebutkan bahwa Luhut "bermain" tambang di Papua.
Lebih lanjut, laporan LBP pun telah teregister di Polda Metro Jaya dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021. (adam)