ADVERTISEMENT

Belum Bayar Utang Puasa tapi Sudah Masuk Bulan Puasa, Apa Hukumnya?

Selasa, 15 Maret 2022 05:23 WIB

Share
Hukum puasa, tetapi belum mengganti puasa sebelumnya. (Foto: Pixabay)
Hukum puasa, tetapi belum mengganti puasa sebelumnya. (Foto: Pixabay)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Tak terasa sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadan. Di mana seluruh muslim akan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Namun, bagaimana jadinya jika seseorang masih memiliki utang puasa dan tidak sempat menggantinya hingga datang bulan puasa berikutnya?

Dalam ceramahnya, Ustaz M. Aqil Haidar menjelaskan bahwa setiap orang yang memiliki utang puasa, wajib hukumnya untuk menggantinya dengan puasa di lain hari. 

Namun, bagi mereka yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berpuasa, bisa menggantinya dengan membayar fidyah. Sedangkan bagi mereka yang masih dimungkinkan untuk puasa, tetapi pada saat itu memiliki uzur-uzur syar’i maka kewajibannya adalah mengganti puasanya.

Dalam pendapat mazhab Hanafi, Ustaz M. Aqil Haidar menjelaskan bawa seseorang yang ingin mengqadha puasanya maka diperbolehlan untuk mengqadha kapanpun. Boleh dilakukan setelah Ramadan, boleh juga ditunda sampai 2 atau 3 tahun berikutnya, yang terpenting utangnya dibayar. 

Akan tetapi, sebagaimana yang disebutkan oleh salah satu ulama mazhab Syafi’i, Imam Nawawi, beliau mengatakan bahwa ketika seseorang mengakhirkan qadha sampai masuk ke Ramadan berikutnya tanpa ada uzur syar’i, maka dia telah berbuat dosa. 

Dikutip dari NU Online, dalam HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi menjelaskan bahwa:

“(Kedua [yang wajib qadha dan fidyah] adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha) puasa Ramadan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadan berikutnya tiba) didasarkan pada hadits, ‘Siapa saja mengalami Ramadan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah.”

Arti kata ‘memiliki kesempatan’ di atas adalah orang-orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadan berikutnya, orang yang menunda karena lupa, atau bahkan orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan, tanpa tahun, halaman 114).

Akan tetapi, jika seseorang hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah itu tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qadha bukan termasuk uzur. Alasan seperti itulah yang tidak bisa diterima. 

Selain itu, beban fidyah terus muncul seiring pergantian tahun dan akan tetap menjadi tanggungan bagi orang yang utang puasanya belum dilunasi.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT