Soal Dugaan Korupsi Kapal Tongkang Senilai Rp240 M, KPK Didesak Percepat Penyidikan

Jumat 25 Feb 2022, 15:49 WIB
Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan. (foto: poskota/ahmad tri hawaari)

Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan. (foto: poskota/ahmad tri hawaari)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mempercepat penuntasan dugaan korupsi di BPD Kaltim - Kaltara senilai Rp240 miliar. 

Seperti diketahui HM, kakak kandung Abdul Gafur Mas’ud, Bupati non aktif Kabupaten Paser Penajam yang belum lama ini dicokok KPK dilaporkan ke Komisi Anti Rasuah oleh Forum Aliansi Kontra Korupsi dan LSM Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia.

Laporan itu, terkait dugaan korupsi dalam pemberian kredit  kepada PT. HBL oleh Bank Pembangunan Daerah Kaltim-Kaltara sebesar  Rp240 miliar. 

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melakukan pengawalan laporan dugaan korupsi ini dalam bentuk telah berkirim surat kepada  KPK berisi desakan penuntasan penanganan perkara dugaan korupsi.

Tak hanya itu,  MAKI siap mengajukan gugatan Praperadilan melawan KPK apabila kemudian penanganan perkara ini mangkrak dan lemot.

"Sebagaimana pemberitaan dan adanya tambahan data yang diperoleh MAKI, PT. HBL bergerak dibidang transportasi. Berdiri berdasarkan Akte No. 46, yang diterbitkan Notaris Hernawan  Hadi, SH di Kota Samarinda tanggal 17 Januari 201," ucap Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Jumat (25/2/2022).

"Kendati baru berusia 5 bulan -- PT. HBL milik HM-- tanpa jaminan yang memadai -- mendapat guyuran fasilitas  kredit investasi dari BPD Kaltim sebanyak Rp235,8 miliar," lanjut Bonyamin.

Dapat dicairkan sekaligus lantaran bersifat  Non Revolving, dengan bunga 11,5% secara period per bulan sampai dengan jatuh tempo 84 bulan  tertanggal 3 Mei 2018. Termasuk grace period 12 bulan.  

Lebih lanjut diucapkan, Kredit diajukan untuk pembiayaan pengadaan kapal baru berupa 10 unit tugboat dan 10 unit kapal  tongkang berukuran 300 feet.

Namun ketika mengajukan kredit diduga tidak diketemukan adanya  perjanjian PT. HBL dengan perusahaan pembuat kapal. Hanya mendasari pada  rencana anggaran biaya yang diperoleh dari PT. MR berupa 10 unit tug boat dan 10 tongkang,  selaku pembuat kapal. 

"Pengajuan kredit diduga tidak didukung study kelayakan (FS) yang masih dalam  tahap penyusunan dan Analisa kelayakan proyek oleh konsultan PT. BC.  Berdasarkan ketentuan PT. HBL diwajibkan memiliki perjanjian terlebih dahulu dengan  perusahaan pembuatan kapal", ungkapnya. 

"Pencairan kredit seharusnya ditransfer ke perusahaan pembuat kapal. Namun pada kenyataannya pencairan diduga malah ditrasfer ke PT. HBL," jelasnya. 

“Proses persetujuan dan pencairan kredit syarat penyimpangan, terdapat serangkaian dugaan perbuatan  melawan hukum yang dikualifisir sebagai tindak pidana korupsi“ kata Boyamin dalam siaran persnya. 

Sesuai hasil pemeriksaaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018, sejak tahun 2011 hingga  tahun 2012, PT. Hasamin Bahar Lines tercatat melakukan pembayaran terakhir pada September 2014.  

Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp. 7,3 milyar. Terdiri dari tunggakan Januari, Februari, Maret, April  dan September 2014, dengan bunga sebesar Rp. 23,9 milyar. 

Ditambah tunggakan bunga bulan Februari  sampai dengan September 2014. “Fasilitas kredit PT. Hasamin Bahar Lines dikatagorikan macet atau  dalam kolektifibilitas 5 “ . 

Atas dugaan di atas, Boyamin meyakini kasus itu telah memenuhi syarat delik yang diatur dalam UU Perbankan, Peraturan BI No. 14/15/PBI/2021 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank, juga melanggar SK Direksi BPD Kaltim No. 051/SK/SDM/BPD PST/VII/2002 tentang Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Manajemen Perkreditan di Lingkungan BPD Kaltim dan SK Direksi No. 256/SK/BPD-PST/XII/2012 tentang SOP Bidang Perkreditian, serta SK Direksi BPD Kaltim No. 175/SK-BPD-PST/XIII/2012 tentang BPP Perkreditan Kredit Sub Bab 9 Penanganan Kredit Bermasalah.

“Telah terpenuhi adanya dugaan unsur tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana diatur dan  diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001  tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan  Tindak Pidana Pencucian Uang," pungkasnya. (Adji)

Berita Terkait
News Update