WAYANG

Sabtu 19 Feb 2022, 07:44 WIB

Di tangan Sunan Kalijaga, wayang terbukti menjadi cara penting dalam syiar agama Islam, lalu mengapa ada sosok yang kini ahistoris mengharamkan wayang? Sementara Sunan Kalijaga begitu berhasil melakukan sintesa antara Islam dan
kebudayaan Nusantara.

Hasil sintesa kebudayaan ini nampak misalnya dalam sosok Yudistira. Yudistira merepresentasikan satria Pandawayang dinilai paling jujur, dan paling bersih. Begitu kokohnya Yudistira memegang kejujuran, sampai digambarkan berdarah putih.

Kehebatan Sunan Kalijaga dalam menggunakan wayang nampak dari kehebatan Yudistira dengan aji-aji, atau suatu mantra yang memiliki daya kekuatan yang hebat, yakni Serat Kalimasada. Bayangkan, bukahkah Serat Kalimasada ini merupakan manifestasi dari Kalimat Syahadat dalam Islam? Inilah bukti betapa hebatnya sintesa antara Islam dan kebudayaan tersebut.

Hebatnya wayang juga nampak dari berbagai filosofi dan pemahaman realitas sebagai pertarungan kekuatan kebenaran melawan kekuatan angkara murka. Pertarungan ini merupakan proses dialektis. Baik dan buruk melekat dalam kemanusiaan ciptaan Tuhan.

Pertarungan dualitas tersebut hadir dalam cerita wayang yang sebenarnya adalah realitas kehidupan.

Cerita Wayang juga mengungkapkan berbagai intrik kekuasaan sebagaimana ditokohkan dalam sosok Durna dan Sengkuni. Kedua sosok ini juga menggambarkan realitas kekuasaan yang diwarnai dengan tipu muslihat, provokasi, dan upaya membuat lawan tersingkirkan dengan siasat yang licik.

Sosok Sengkuni dan Durna pun akhirnya dilekatkan pada salah satu sosok yang menilai dirinya sebagai tokoh reformasi akibat berbagai manuver politiknya yang hanya berorientasi pada kekuasaan.

Namun cerita wayang juga mengungkapkan tentang bagaimana kebenaran menang melawan angkara murka. Hebatnya, para satria yang berjuang menegakkan kebenaran bukannya tanpa kelemahan. Para kesatria tersebut mengalami berbagai gemblengan dan mereka juga memiliki kelemahan manusiawi, sebab hanya Tuhanlah yang memiliki kesempurnaan itu.

Kehebatan dalam cerita wayang adalah pesan kuat bagaimana para kesatria selalu dikawal oleh para Punakawan: Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Para Punakawan ini adalah sosok sebagai cermin wong cilik. Nasehat para Punakawan seringkali anti-mainstream, tetapi mereka begitu kokoh dalam membangun kekuatan para satria yang dibimbingnya untuk setia pada jalan kebenaran. Para Punakawan adalah rakyat kebanyakan, bahkan berpenampilan fisik tidak sempurna.

 

Ilustrasi wayang. (kartunis: poskota/ucha)

Namun dalam  ketidakkesempurnaan itu tersembunyi kekuatan batin yang luar biasa. Mengapa? Sebab rakyatlah pemegang kedaulatan kekuasaan para pemimpin negara.

Di sini wayang membuktikan, bagaimana para kesatria tersebut hanya akan selamat dalam menjalankan tugasnya apabila ditemani, dibimbing oleh Punakawan sebagai manifestasi dari rakyat kecil, wong cilik, yang mendapatkan kekuatan Para Dewa.

Justru karena Punakawan itu hadir sebagai representasi wong cilik, maka Para Dewata pun memberi kekuatan yang sejati. Dari Punakawanlah mengalir kebenaran yang disuarakan hati nurani dan pikiran yang bebas dari kepentingan sempit kekuasaan.

News Update