JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Tumpukan barang bekas, mulai dari besi, plastik hingga perabotan rumah tangga menjadi pemandangan umum di lahan milik Pertamina yang kini dikenal bernama Pancoran Buntu II.
Kumuhnya pemandangan di lahan yang terletak di Jalan Raya Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta Selatan itu seperti yang terlihat pada Kamis (17/2/2022).
Menjejakkan kaki di lahan seluas 4,4 hektar itu rasanya sangat sulit.
Aneka macam barang bekas hingga sampah memenuhi seluruh area lahan. Sepanjang mata memandang, lahan yang semula berdiri ratusan rumah semi permanen itu kini sudah kosong.
Gubuk-gubuk berbahan seng dan triplek milik warga yang berprofesi sebagai pemulung itu sudah rata dengan tanah. Tersisa hanya material bekas pembongkaran yang dilakukan warga pada awal tahun 2021 lalu.
Berjalan ke arah tengah lahan, permukiman warga pendatang terlihat masih berdiri. Berdindingkan seng dengan balok kayu bekas, mereka menempati rumah-rumah tak layak huni itu.
Tercatat, ada sebanyak 23 rumah semi permanen yang kini dihuni puluhan Kepala Keluarga (KK). Hanya bersekat seng, mereka yang berprofesi sebagai pemulung itu tidur berdampingan dengan tumpukan barang bekas.
Kondisi tersebut dikeluhkan Niman, 43, warga RT 06/02 Kelurahan Pancoran, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Warga yang tinggal persis di sebelah lahan Pancoran Buntu II itu mengeluhkan soal kumuhnya kawasan yang dinilainya berpotensi menimbulkan penyakit bagi warga setempat.
Belum lagi bau hingga asap pembakaran barang bekas yang sering kali tertiup ke arah permukiman warga. Barang bekas yang diduganya berupa kabel untuk diambil tembaganya itu diungkapkan Niman dapat menyebabkan infeksi pernafasan bagi warga.
"Kalau lagi bakar-bakaran (barang bekas) itu asapnya sampai ke sini (permukiman warga), itu ganggu banget-bisa bikin penyakit juga," ungkap Niman. Tak hanya itu, lantaran kawasan dikuasai warga yang disebutnya ilegal itu, saluran penghubung (phb) yang berada di dalam kawasan tidak dapat dikuras.
Akibatnya saluran tidak lancar dan menggenang apabila musim kemarau. "Kalau air menggenang itu pasti jadi sarang nyamuk, nah orang-orang itu mana mau bersih-bersih, lingkungannya aja begitu, bisa lihat sendiri," ujar Niman seraya menunjuk kumuhnya Pancoran Buntu II.
"Kalau bisa tolong Pemprov DKI untuk tertibkan saja, bikin resah. Apalagi sampe rusuh kayak waktu Maret tahun lalu (2021)," tegas Niman.
Sementara itu Tim Recovery Aset Pancoran Buntu II, Aditya Karma mengungkapkan pihaknya tengah berupaya memulihkan aset milik Pertamina sejak Juli 2020.
Sosialisasi hingga solusi katanya telah disampaikan kepada warga yang menempati lahan sejak lebih dari 30 tahun lalu itu. Namun, sebagian warga masih bersikeras menempati lahan, walaupun diketahui tak memiliki bukti kepemilikan lahan.
"Total warga di sana itu ada ratusan, mereka tinggal di 104 petak rumah semi permanen. Alhamdulillah, dari sosialisasi yang kami lakukan, 81 dari 104 pintu sudah pindah, mereka membongkar bangunannya sendiri dan kami berikan uang pindah," ungkap Aditya dihubungi pada Kamis (17/2/2022).
"Jadi yang masih tersisa sekarang ini ada 23 pintu, mereka menuntut ganti rugi," tambahnya. Permintaan warga yang kini bertahan katanya sangat mustahil dikabulkan. Mengingat, lahan yang dikuasai mereka adalah milik Pertamina.
Lahan itu tercatat sebagai aset penyertaan modal Pemerintah Republik Indonesia kepada PT Pertamina (Pesero) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.23/KMK.06/2008 dengan nomor harmoni aset 100001418.
Selain itu, aset tanah tersebut tercatat sebagai objek pajak PBB dengan NOP 31.71.041.006.005-0106.0. Hal tersebut dikuatkan lewat Putusan Peninjauan Kembali No. 585/PK/PDT/1992 dan 586/PK/PDT/1992 yang diputus pada tahun 1996.
Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan Pertamina merupakan pemilik satu-satunya yang sah dari tanah-tanah dan bangunan di Pancoran Buntu II. "Sebenarnya uang pindah juga bukan kewajiban kami, tapi panggilan. Tujuannya agar mereka yang meninggalkan Pancoran Buntu II bisa melanjutkan hidup, khususnya buat anak-anak mereka agar dapat kehidupan yang lebih layak," ungkap Aditya. (adji)