TIONGKOK, POSKOTA.CO.ID - Proyek-proyek pembangunan di wilayah sub Sahara Afrika banyak didanai bank-bank di Tiongkok daripada total jumlah pinjaman yang diberikan negara-negara ekonomi terbesar dunia dari 2007 hingga 2020.
Bank-bank pembangunan asal Tiongkok menyediakan dana sebesar $ 23 miliar untuk membiayai kemitraan publik-swasta di wilayah sub Sahara. Demikian laporan Lembaga Pusat Pembangunan Global yang berbasis di Washington dan London pada Kamis (10/2/2022).
Laporan ini menyebutkan angka tersebut dua kali lipat lebih besar dari jumlah gabungan $ 9,1 miliar yang dipinjamkan oleh bank-bank di AS, Jepang, Jerman, Belanda, Prancis, dan Afrika Selatan.
“Ini hampir sesuai dengan yang dibutuhkan kawasan itu untuk membangun jalan, bendungan, dan jembatan,” kata Nancy Lee, penulis utama studi tersebut.
Lembaga kajian global itu mengamati 500 lebih proyek infrastruktur di kawasan itu dengan komponen sektor swasta yang mencapai kesepakatan keuangan selama periode tersebut.
“Ada banyak kecaman terhadap Tiongkok tetapi jika pemerintah Barat ingin meningkatkan investasi produktif dan berkelanjutan ke tingkat yang berarti, mereka perlu mengerahkan bank pembangunannya sendiri dan mendesak bank pembangunan multilateral untuk menjadikan investasi ini sebagai prioritas,” kata Nancy Lee.
Laporan tersebut juga mendapati bahwa terlepas dari visi tahun 2015 miliar sampai triliunan yang diluncurkan oleh bank pembangunan multilateral.
Lembaga seperti Bank Dunia hanya menyediakan $ 1,4 miliar per tahun untuk mendanai proyek infrastruktur di wilayah sub Sahara Afrika dari tahun 2016 hingga 2020.
Kurangnya transparansi dan penggunaan pinjaman yang dijaminkan oleh Tiongkok telah menjadi perhatian besar para pemangku kepentingan dalam beberapa tahun terakhir.
Ekonom di Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia telah memperingatkan bahwa beberapa negara berpenghasilan rendah menghadapi atau sudah dalam kesulitan utang.
Negara-negara Barat lambat dalam meningkatkan investasi meskipun banyak menyampaikan retorika.
“Terdapat peluang nyata bagi AS untuk memberikan lebih banyak kepemimpinan dalam pembiayaan infrastruktur di Afrika,” pungkas Nancy Lee. ***