ADVERTISEMENT

Eks Bupati Langkat Dinilai Tak Manusiawi Adanya Dugaan Praktek Perbudakan, KontraS: Perampasan Kemerdekaan Seseorang!

Rabu, 26 Januari 2022 05:21 WIB

Share
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. (Instagram/@fatiamaulidiya)
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. (Instagram/@fatiamaulidiya)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), mengecam keras dugaam praktek perbudakan modern yang terjadi di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

Menurut Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, apa yang telah dilakukan oleh TRP, selain dari melakukan perbudakan modern (modern slavery), ia juga terbukti telah melakulan pelanggaran HAM dengan tidak memberikan para pekerja tersebut tindakan yang manusiawi.

"Selain perbudakan, para korban juga mengalami bentuk pelanggaran HAM dan tindakan tidak manusiawi lainnya seperti tempat tinggal yang tidak layak, pembatasan ruang gerak, perampasan kemerdekaan seseorang, tindakan penyiksaan, upah yang tidak layak, makanan yang tidak layak dan dihalanginya akses informasi dengan pihak luar," ujar Fatia dalam keterangan resmi seperti dikutip Poskota.co.id, Selasa (25/1/2022).

Dia menambahkan, atas dugaan adanya tindakan penyiksaan yang dialami oleh para pekerja seperti dipukul hingga mengalami lebam dan luka, tentu saja mencederai norma konstitusi yang mengamanatkan, bahwa hak untuk tidak disiksa sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi dan kondisi apapun.

Terang dia, Indonesia juga telah meratifikasi The United Nations Convention againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1998.

"Kami melihat bahwa ruang tertutup seperti kerangkeng memang rawan terjadinya tindakan penyiksaan. Ditambah dengan temuan bahwa kondisi tempat tinggal tidak layak dan banyak perlakuan tidak manusiawi lainnya seperti pemotongan rambut secara paksa semakin membuktikan adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai UNCAT," tuturnya.

Jelas Fatia, praktik yang terjadi di Langkat, Sumatera Utara sudah termasuk klasifikasi upaya kerja paksa (forced labor).

Sebab tidak dilakukan dengan sukarela dan dengan ancaman hukuman.

Terlebih praktik kerja paksa biasanya dilakukan di tempat tertutup dan tidak berperikemanusiaan.

"Hal ini memperlihatkan bahwa negara tidak mampu mewujudkan komitmen terhadap Konvensi ILO tentang Penghapusan Kerja Paksa sebagaimana telah diratifikasi melalui UU No. 19 Tahun 1999," imbuhnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT