Ketika masalah menghampiri, tak perlu ribut mencari siapa yang salah, mencari-cari kesalahan orang lain, padahal sejatinya kesalahan ada dalam diri sendiri.
Jangan karena buruk rupa, cermin dibelah. Buruk adab, dunia yang dinista.
Hal seperti ini berlaku juga bagi mereka yang mengirim pesan, memberi nasihat atau menyampaikan aspirasi. Jangan sakit karena pesan yang disampaikan diabaikan. Jangan membenci, karena pesan tidak dijalankan, kemudian mencari-cari kesalahan orang yang mengabaikan pesan. Mencari-cari masalah, dengan menebar fitnah dan berita hoax.
Agama memang mengajarkan untuk saling mengingatkan, tetapi untuk menuju kebaikan, bukan menjerumuskan.
Kalau pun mengingatkan itu disebut kritik, kita kenal istilah kritik konstruktif, kritik yang memberikan jalan keluar, kritik yang membangun, meski tidak menutup adanya pandangan bahwa kritik tak harus menyertakan solusi.
Negara kita yang menganut demokrasi Pancasila, senantiasa mengembangkan sikap saling mengingatkan untuk kebaikan dan kemajuan bersama.
Budaya saling mengingatkan yang penuh etika perlu kita jaga dan rawat bersama sebagai jati diri bangsa yang sudah ada dan diterapkan sejak dulu kala oleh para leluhur kita.
Jika mengingatkan disebut koreksi, tentu bertujuan untuk memperbaiki, bukan mencari-cari kesalahan, masalah, apalagi untuk menjerumuskan.
Lihat juga video “Pangdam Jaya Mayjen TNI Untung Budiharto Terima Kunjungan Poskota”. (youtube/poskota tv)
Ingat jika terus menerus mencari-cari kesalahan orang lain, bisa menjadi lupa diri atas kesalahan yang terjadi pada diri sendiri. Begitu juga jika suka mencari-cari masalah, akhirnya lupa diri terhadap masalah yang dialami.
Mengapa? Jawabnya karena energi dihabiskan untuk mencari-cari masalah dan kesalahan orang, sementara tanpa sadar dengan mencari- cari masalah orang lain, datang masalah baru ada dirinya sendiri. (jokles)