JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah mencabut daftar larangan masuk ke Indonesia bagi warga negara asing (WNA) 14 negara dengan transmisi komunitas Covid-19 varian Omicron.
Sementara, pemerintah getol mengimbau warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri dengan dalih agar tidak membawa Omicron saat pulang ke Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, aturan tersebut tidak ideal untuk menekan laju penularan Omicron.
"Ini adalah pendekatan yang bagaimanapun tidak ada yang ideal," ucapnya saat dihubungi, Selasa (18/1/2022).
Menurutnya, cara terbaik untuk menekan penyebaran Omicron dari luar negeri, pemerintah harus lebih mengetatkan lagi aturan warga negara asing (WNA) masuk ke Indonesia.
Pengetatan tersebut seperti diwajibkan tes PCR 1X24 jam bagi WNA yang hendak masuk ke Indonesia dengan hasil negatif Covid-19.
Kemudian, 4 jam sebelum memasuki pesawat untuk terbang ke Indonesia, WNA itu harus menjalani test antigen terlebih dahulu dengan hasil non reaktif.
Setelah sampai ke Indonesia, WNA itu harus menjalani karantina minimal 7 hari. Lalu, sehari sebelum keluar dari tempat isolasi, WNA tersebut harus di tes PCR dengan hasil negatif Covid-19.
Setelah melewati proses tersebut, barulah kemudian dia diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke tujuannya.
"Atau yang datang bukan hanya (vaksin) dua dosis saja, yang beresiko tinggi harus booster ketiga itu jadi penguat. Dan juga dia ada wajib lapor, nah itu bisa dan itu satu langkah," tambahnya.
Menurutnya, dengan keadaan seperti sekarang ini, pemerintah bukan hanya mewaspadai Omicron dari penularan WNA atau pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) saja. Penularan dalam negeri atau transmisi lokal juga harus diwaspadai.
"Jadi di dalam negeri itu sendiri ya deteksi dininya harus kuat dengan 3T yang kuat. Setidaknya 4 orang dites per-1000 populasi per-Minggu," kata Dicky.
Ditambahkannya, berdasarkan International Health Regulation (IHR) tahun 2005, larangan penerbangan untuk menekan penyebaran virus tidak menjadi rekomendasi WHO (organisasi kesehatan dunia).
"Sehingga respon berbasis sains (ilmu pengetahuan) adalah penguatan pintu masuk darat, laut, udara dan di dalam negeri," tegasnya.
"Saya juga kalau melihat ini ya tidak ada hal yang bertentangan dengan pendekatan sains, tapi yang menjadi PR kita adalah konsistensi kita baik diperbatasan itu maupun di dalam negeri ini yang harus diperkuat dan ini masih jadi PR karena belum," pungkasnya. (yono)