"Padahal kita tidak hanya memiliki nikel, kita memiliki tembaga, kita memiliki bauksit, kita memiliki timah, kita memiliki emas, semuanya ada. Jangan itu dikirim dalam bentuk raw material lagi, dalam bentuk bahan mentah lagi, stop," jelasnya.
"Bayangkan kalau nikel yang jadi besi baja saja bisa melompat menjadi Rp300-an triliun. Itu enggak tahu, mungkin baru satu atau dua turunan, nanti kalau turunannya sampai ke-10, ke-11, ke-12 nilai tambahnya berapa. Bauksit juga begitu, saya kalkulasi kira-kira juga hampir sama akan dapat berapa penerimaan negara dari ekspor-ekspor yang kita lakukan," imbuhnya.
Presiden mengungkapkan bahwa penerapan kebijakan penghentian ekspor bahan mentah tambang tersebut bukanlah tanpa tantangan.
Pada awalnya, Indonesia dikecam oleh negara-negara lain dan diadukan hingga ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun, Presiden menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menghentikan kebijakan tersebut.
Lihat juga video “Mengaku JAdi Korban Fitnah Seorang Pria Laporkan Dody Sedrajat ke Polisi”. (youtube/poskota tv)
"Enggak tahu menang atau kalah, ini masih dalam proses di WTO. Ya kita harapkan menang. Tapi yang jelas enggak akan kita hentikan. Meskipun dibawa ke WTO, stop bauksit tetap jalan, stop tembaga nanti tetap jalan. Inilah yang namanya nilai tambah," ujarnya.
Untuk itu, Presiden terus mendorong pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Selain itu, juga mendorong kerja sama dengan negara lain, terutama dalam mendirikan industri pengolahan di Indonesia.
"Sekarang bukan eranya lagi menjual bahan mentah, kita harus melakukan hilirisasi industri. Kita harus memaksimalkan nilai tambah kekayaan alam yang kita miliki," tegasnya. (johara)