Riset dan Inovasi  

Sabtu 15 Jan 2022, 07:00 WIB

Di dalam jalan itu terkandung tekad untuk membangunkan kembali mentalitet para peneliti yang dipinggirkan selama beberapa dasa warsa terakhir. BRIN juga mengemban misi untuk membangunkan tekad bahwa anak bangsa yang masuk ke Departemen LITBANG bukanlah akhir sebuah karir. Sebaliknya, LITBANG perlu dibangkitkan spiritnya sebagai ujung tombak inovasi dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Di sinilah kehadiran BRIN penting guna menggerakkan seluruh elemen BRIN untuk menegaskan bahwa Indonesia tidak mungkin maju tanpa melalui jalan penguasaan ilmu-ilmu dasar. Tanpa mengembangkan Riset dan Inovasi yang mendorong semangat berdikari, tidak mungkin Indonesia dapat keluar dari berbagai ketergantungan luar negeri.

Kehadiran BRIN tentu tidak mudah. BRIN harus menghadapi mentalitet birokratisasi dalam penelitian. BRIN harus berhadapan dengan rendahnya budaya riset dan inovasi. BRIN harus menghadapi mentalitet penelitian yang terkadang hanya untuk mengejar pemenuhan standar akademis. BRIN juga perlu mendobrak berbagai kungkungan budaya masa lalu yang mengatakan bahwa menjadi peneliti itu tidak prospektif bagi masa depan.

 

Ilustrasi. (arif)

Pada saat bersamaan BRIN juga harus menghadapi ego sektoral birokrasi yang luar biasa rumit, seringkali saling menihilkan, dan belum kondusif bagi terciptanya sinergi koneksivitas antar lembaga, serta antar peneliti sendiri.

Belum lagi dari persoalan rendahnya alokasi anggaran penelitian, karena spirit penguasaan ilmu-ilmu dasar dan semangat untuk mengangkat wibawa riset dan inovasi belum masuk pada aspek strategis bagi pengambil kebijakan. Anggaran riset dan inovasi masih dianggap sebagai cost centre, daripada opportunity dan investasi bagi masa depan. 

Melihat rumitnya berbagai persoalan di atas, guna memompakan pentingnya semangat penelitian untuk memperkuat jalan berdikari bagi kemajuan bangsa, maka perpaduan kepemimpinan Presiden Jokowi dan Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri sangat penting agar “tembok tebal penghambat kemajuan” bisa didobrak. Sebab tembok tebal yang mencerminkan kuatnya hambatan sistemik bagi kemajuan penelitian di Indonesia memerlukan kepemimpiinan yang kuat, visioner, serta mampu mengelola masa transisi yang tidak mudah.

Para akademisi, terlebih para peneliti tentunya paham, bagaimana birokrasi penelitian selama ini. Bagaimana para peneliti belum menempati tempat yang strategis secara kultural dan kelembagaan bagi kemajuan bangsa. Duet kepemimpinan Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dimaksudkan untuk menerobos tembok tebal yang mengekang kemajuan tersebut.

Kedua pemimpin berfokus pada politik penelitian yang membangun jalan kemajuan bangsa. Selanjutnya terletak pada proses transisi. Di sinilah peran seluruh jajaran pimpinan eksekutif BRIN untuk dapat menjabarkan muatan ideologis penelitian tersebut ke dalam kebijakan strategis organisasi termasuk mengawal proses transisi yang tidak mudah. 

Proses transisi ini memerlukan kepemimpinan yang kuat dan visioner, kepemimpinan yang membangun organisasi, mengedepankan dialog, serta memiliki keyakinan dan daya persuasi untuk mengatasi berbagai “mental block” yang sering bertabrakan satu dengan lainnya. Proses transisi juga memerlukan kesabaran revolusioner sambil terus melakukan proses sosialisasi sebagai syarat penting dalam masa transisi. 

Memang pasti ada dialektika dalam prosesnya, deliberasi berbagai perbedaan pendapat. Suatu realitas obyektif akan dinamika perubahan yang harus dapat dikelola dengan baik, dengan pandangan positif. Namun, pada saat bersamaan, seluruh pihak juga perlu melihat ke dalam, melakukan kritik-otokritik, apakah kontribusi kegiatan penelitian selama ini sudah cukup meletakkan dasar-dasar yang mendorong kemajuan bagi bangsanya?

Ketika terkait dengan bambu melalui kultur jaringan saja, ternyata masih dibudidayakan oleh orang asing; Tanaman Porang juga dikembangkan dengan pesat oleh orang Jepang, jangan-jangan budaya penelitian kita, belum melihat adanya potensi yang begitu besar terhadap hal-hal substansial yang bisa diteliti oleh para peneliti kita, meski nampaknya sederhana.

Bukankah Indonesia begitu kaya dengan flora, fauna, kekayaan hayati, bahan obat-obatan herbal, kekayaan budaya, dan belum lagi apa yang ada di dalam laut Indonesia yang begitu luas, yang kesemuanya dapat menjadi obyek penelitian yang menarik serta prospektif bagi masa depan?

News Update