Oleh sebab itu, Bapak Presiden telah memberikan arahan untuk melanjutkan setop ekspor bauksit, tembaga, timah, dan lainnya, karena hilirisasi menjadi kunci dalam kenaikan ekspor kita,” paparnya.
Sementara itu, impor untuk bahan baku dan bahan penolong juga naik sebesar 52,6 persen. Bahan baku dan bahan penolong ini sebagai kebutuhan untuk diolah oleh industri di dalam negeri sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Indikator pulihnya perekonomian nasional, juga ditunjukkan dari peringkat daya saing Indonesia yang terus meningkat, baik itu dari aspek bisnis maupun digital.
“Dalam posisi yang sangat berat pada tahun 2021 karena dampak pandemi, kita masih mampu naik ranking. Di aspek bisnis dan digital, naik tiga peringkat semuanya,” tutur Agus.
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional, Menperin menargetkan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 4,5-5 persen pada tahun 2022. “Kami fokus untuk terus membangun sektor industri manufaktur yang berdaulat, mandiri, berdaya saing, dan inklusif,” tegasnya.
Menanggapi hasil PMI Manufaktur Indonesia terkini, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director IHS Markit mengatakan, keseluruhan sentimen bertahan sangat positif, dengan tingkat kepercayaan diri bisnis di atas rata-rata jangka panjang menunjukkan bahwa manufaktur Indonesia masih optimistis terhadap pertumbuhan produksi berkelanjutan selama periode tahun 2022.
PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2021 melampaui PMI Manufaktur negara-negara ASEAN seperti Thailand (50,6), Filipina (51,8), Vietnam (52,2), dan Malaysia (52,8). Bahkan juga mampu unggul terhadap PMI Manufaktur Korea Selatan (51,9), Rusia (51,6), dan China (49,9).(tri)