Ricuh! Sidang Praperadilan UMKM di Tangerang, Saksi Ahli Bersitegang Dengan Bidang Hukum Polda Banten

Jumat 24 Des 2021, 04:24 WIB
Sidang Praperadilan UMKM di Tangerang saksi ahli bersitegang dengan Bidang Hukum Polda Banten. (Foto/iqbal)

Sidang Praperadilan UMKM di Tangerang saksi ahli bersitegang dengan Bidang Hukum Polda Banten. (Foto/iqbal)

Dirinya juga menyayangkan dengan sikap Bidkum Polda Banten yang seakan melecehkan saksi ahli yang juga merupakan Ahli Pidana dari Universitas Bhayangkara. 

 "Itu Dosen Universitas Bhayangkara Jaya yang berbicara. "Bhayangkara" itu polisi toh, ketika dosen Polisi sudah bilang salah, kenapa oknum anggota Polri masih ngotot? Apa mungkin para polisi ketika kuliah hukum mereka sedang lelah atau kecapean karena nangkap begal payudara sehingga mereka berfantasi dan ciptakan ilmu hukum sendiri, jurus hukum pidana "semau gue"?", tegasnya. 

Pantauan di lokasi sempat terjadi pembicaraan sengit dan suasana memanas ketika pihak Bidkum Polda menyinggung Ahli Pidana Univ Bhayangkara ketika ahli melihat kertas. 

Saat itu DR Dwi Seno, dengan kata keras dan tegas menghardik AKBP Bidkum untuk menghargai profesinya. 

Sementara itu Dr Dwi Seno Widjanarko, SH, MH selaku ahli pidana yang dihadirkan dalam peristiwa ini mengaku dalam peristiwa hukum ini negara hukum atau rekstat yang berbicara tentang hukum apabila dalam sebuah proses hukum tidak dilalui dengan proses yang benar maka itu menjadi sebuah pelanggaran hukum atau melanggar KUHAP. 

"Kalau kita berbicara negara hukum tentunya kita akan memiliki grunoren yaitu UUD 45, tentunya tentang berbicara tentang norma hukum dasar yaitu pasal 28 tentang hukum yang benar, lalu middlenya adalah akses kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan," tegasnya. 

"Applynya itu berkenaan tentang KUHAP, apabila melakukan tindakan tindakan di dalam rangka proses hukum tentunya barometernya adalah KUHAP, Apabila SPDP tidak diberikan kepada si tersangka, dan bahkan kepada pihak kejaksaan bagaimana kejaksaan bisa menunjuk jaksa itu utk memotinor dan mengawasi hukum tersebut," tegasnya. 

Dengan demikian dia mengaku jika tidak ada SPDP yang diberikan atau disampaikan kepada pihak pihak tersebut maka terjadilah cacat hukum. 

"Apabila senggang waktu 7 hari itu tidak diberikan, 8 hari atau 9 hari maka cacat hukum atau ilegal daripada ilegal hukum tersebut yang kita sebut pelanggaran di dalam negara hukum ini," ujarnya. 

"Saya bisa simpulkan apabila proses the proses ablow tidak dilaksanakan, jelas secara formil Prapid ini adalah untuk menguji, daripada kebenaran formil apa benar sudah dilakukan sesuai dengan KUHAP, apabila tidak dilakukan dengan KUHAP tentu secara formil ini melanggar KUHAP, maka perkara ini cacat demi hukum," tuntasnya. 

Untuk diketahui perkara ini bergulir saat TS dan M mengalami dugaan kekerasan oleh pihak Kepolisian di Polresta Tangerang.

Saat itu TS dan M dituding melakukan pelanggaran dalam usaha UMKM miliknya.  

Berita Terkait
News Update