Saat itu Najmuddin yang masih menjabat sebagai Gubernur Bengkulu mengaku memiliki hak atas pengelolaan hutan (HPS), sehingga dapat mempermudah bisnis tersebut.
"Jadi pada Juni atau Juli kalau gak salah, klien saya dengan Agusrin Najmuddin bertemu untuk bekerjasama, untuk bidang kayu di Bengkulu," katanya.
"Waktu itu karena si Najmuddin mengaku punya HPH. Kemudian klien saya punya pabrik, alat berat, dan kendaraan berat segala macam," sambung Andreas.
Ditengah penjajakan kerjasama, kata Andreas, kedua pelaku justru menawari kliennya agar menjual pabrik yang dimilikinya senilai Rp33 miliar.
Tersangka kemudian membayar uang muka senilai Rp2,9 miliar. Sementara sisa pembayaran akan dilunasi dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan ke depan.
"Sebagai iktikad baik mereka mengeluarkan dua lembar cek, nilainya masing-masing Rp10,5 miliar dan Rp20 miliar," ucap Andreas. (Cr01)