ADVERTISEMENT

Mens Sana In Corpore Sano

Senin, 20 Desember 2021 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Setidaknya dua unsur (sehat fisik dan jiwa) – sering disebut “waras” hendaknya menjadi prioritas.

Menghadapi beragamnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berujung kepada kian maraknya godaan, kalau tidak disebut “jebakan sosial” , maka sangat dibutuhkan ketangguhan mental, utamanya generasi milenial sebagai penikmat era digital.

Mental yang dibutuhkan adalah mental sebagai bangsa Indonesia, berkepribadian Indonesia, bukan kepribadian asing. Bukan meniru atau ikut-ikutan berkepribadian Amerika, Korea, China, dan negara lainnya. Tetapi tetap berjati diri Indonesia sebagaimana telah diamanatkan dalam dasar negara kita UUD 1945 dan falsafah bangsa, Pancasila.

Yah, jiwa Pancasilais adalah kunci utama agar tidak terombang – ambing, terseret arus negatif akibat kemajuan serbaneka yang kian merambah ke pelosok dunia, termasuk di negara kita.

Menjiwai Pancasila tidak boleh setengah hati. Kelima sila merupakan kesatuan yang utuh yang mengandung spirit ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Itulah yang harus dihidupkan dalam jiwa kita, jiwa yang sehat ( teguh dan kuat mental) melalui perilaku perbuatan sehari – hari agar tidak menjadi teks mati di atas kertas. Tidak sebatas hafalan anak sekolah dan bagian dari seremonial belaka.

Sehat jiwa sebagaimana ajaran falsafah bangsa, di antaranya merasa nyaman berhubungan dengan orang lain, saling menyayangi dan menghormati. Menghargai pendapat orang lain, menghargai perbedaan di atas keberagaman. Tidak memaksa orang lain, tidak pula “mengakali” orang lain dan tidak membiarkan orang lain “mengakali” dirinya. Tahu yang benar adalah benar dan berupaya menegakkannya. Yang salah adalah salah dan berusaha menjauhkannya.

Menjauhkan hal buruk perlu dikedepankan untuk mencegah rapuh jiwa. Menebar “kebajikan” bagian dari upaya kian menyehatkan jiwa kita seperti bait terakhir dari syair “mens sana in corpore sano”.

Ingat! Sekecil apapun keburukan disembunyikan akan terkuak juga. Pitutur luhur mengatakan “ Becik ketitik, ala ketara” – Baik akan terbukti, dan diakui, sedangkan keburukan, sekalipun disembunyikan pada saatnya akan kelihatan. (Azisoko*)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT