“KAKEK, cucu tadi kesal. Cucu ga salah masih juga disalahkan sama teman” kata sang cucu mengadu kepada kakeknya.
Kakek: Terus sikap kamu bagaimana ?
Cucu: Ya tetap bertahan kek, bahwa cucu tidak bersalah. Ada saksinya juga”
Kakek: Cucu marah ngga”
Cucu: Nggak sih, cuma kesel aja
Kakek: Bagus itu. Kalau disalahkan teman,tak perlu marah. Bila perlu minta maaf.
Cucu: Loh kakek gimana, wong tidak salah kok minta maaf. Mestinya yang keliru menuduh yang minta maaf.
Kakek pun menjelaskan. Begini cucuku. Kalau disalahkan oleh orang lain, jelaskan duduk persoalannya. Kalau masih saja dianggap salah, cobalah minta maaf. Dengan begitu orang tersebut merasa puas karena bisa jadi orang tersebut ingin diakui bahwa apa yang dikatakan adalah benar.
Lagi pula, benar menurut kita, belum tentu benar menurut orang lain. Begitu sebaliknya, benar menurut orang lain, belum tentu benar menurut kita.
Ingat cucuku yang bisa melihat kesalahan diri kita adalah orang lain. Sekecil apapun kesalahan diri kita, orang lain dengan mudah akan mengetahui. Kesalahan orang terletak pada mata kita, sementara kesalahan diri sendiri sendiri terletak di punggung kita.
Tetapi jangan karena mudah melihat kesalahan orang lain, lantas sibuk mencari – cari kesalahan orang lain, kesalahan orang yang tidak disukai, orang yang dinilai menjadi penghambat karir.
Mencari – cari kesalahan orang yang dianggap akan menjadi ganjalan dalam kompetisi, kontestasi baik di tingkat RT,RW, desa, kabupaten/kota, provinsi hingga skala nasional seperti capres.
Seseorang apapun profesinya tentu tak ada sempurna. Kesempurnaan adalah hanya milik-Nya. Jadi kalau mencari – cari kesalahan seseorang, apakah pejabat negara, bupati, gubernur, menteri hingga kepala pemerintahan pun pasti ada celanya. Apalagi jika mencari – cari kesalahan dengan didasari karena ketidaksukaan dan kebencian.
Yang perlu diingat jangan karena sibuk mencari – cari kesalahan orang lain, lantas lupa kepada kesalahan diri sendiri. Lebih ironi lagi,jika mencari – cari kesalahan orang lain demi menutupi kekurangan diri sendiri. Jangan pula kemudian bertindak seperti pepatah “Buruk muka cermin dibelah”.
Keadaan menjadi buruk karena perbuatannya, tetapi untuk menutupinya, orang lain yang dipersalahkan. Ini tak ubahnya mengalihkan keburukan diri sendiri kepada orang lain. Kalau itu sebuah kebijakan dipersepsikan “karena pihak lain, maka kebijakan menjadi kurang tepat sasaran.”
Perilaku semacam ini tak selaras dengan etika, norma dan budaya bangsa kita yang mengajarkan tata krama, sopan santun, saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Cucu menyela: Memang masih ada orang yang mencari – cari kesalahan kek?
Kakek: Kakek tidak tahu persis. Tetapi yang kakek pesankan janganlah mencari – cari kesalahan orang lain, tidak juga terbawa ego untuk saling menyalahkan yang dapat berakibat terjadinya gesekan, perpecahan di antara kita.Itulah perlunya masing – masing mawas diri.
Kakek ingat pepatah “ Kesalahan tidak akan menjadi kebenaran walau berulang kali diumumkan, sebaliknya, kebenaran tidak akan jadi kesalahan walau tak seorang pun mengetahuinya” seperti dikatakan guru bangsa India, Mahatma Gandhi. (Jokles)