Gunung Semeru

Sabtu 11 Des 2021, 07:00 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto

SUARA gemuruh meletusnya Gunung Semeru diiringi gulungan awan panas wedhus gembel nampak begitu menakutkan. Rakyat berlari menyelamatkan diri. Hidup terasa begitu berharga di tengah lontaran batu dan aliran lava pijar yang begitu ganas menerjang. Kekuasaan alam hadir mengambarkan betapa dahyatnya kekuatan Gunung Semeru. Ia begitu perkasa. Alam dan manusia di sekitarnya menjadi tidak berdaya. 

Letusan gunung Semeru yang begitu tiba-tiba membuat berbagai mitigasi bencana yang telah dipersiapkan menjadi berbeda antara rencana dengan kenyataan. Berbagai instrumen teknologi penginderaan yang telah terpasang sepertinya tidak berdaya.

Sebab hingga saat ini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat kapan persisnya letusan erupsi terjadi. Demikian halnya seberapa besar kekuatan magma yang bergelora di dalam bumi akan terlontar ke angkasa melalui letusan gunung berapi masih sulit dikalkulasi. Gunung berapi seperti Gunung Semeru tetap saja menyimpan misteri. 

Dalam keperkasaan alam itu, manusia kembali pada kodratnya, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam, terlebih yang berkaitan dengan kehidupan, Tuhanlah pemegang kehidupan itu. Dalam peristiwa itu, manusia berharap, berjuang, namun sekaligus juga berpasrah bahwa meletusnya Gunung Semeru sepertinya sudah ginaris, terjadi karena kehendak Tuhan Sang Pengatur Kehidupan. 

Keyakinan terhadap Sang Pengatur kehidupan itu secara mitologis juga muncul dalam keyakinan terhadap asal-usul Gunung Semeru. Gunung dianggap sebagai axis mundi atau poros dunia yang menghubungkan antara dunia bawah yang dihuni oleh manusia yang telah meninggal dengan dunia atas yang dihuni oleh para Dewa dan leluhur manusia. Gunung direpresentasikan dalam wujud yang lain dalam bentuk Candi atau kuil sebagai sarana pemujaan dan komunikasi dengan Tuhan pemilik jagad raya.

Gunung Semeru bagi masyarakat yang hidup di pulau Jawa bermakna sangat sakral karena dianggap sebagai tonggak penciptaan tanah Jawa. Dalam manuskrip kuno Tantu Panggelaran dikisahkan bagaimana Batara Guru memerintahkan kepada Batara Brahma dan Wisnu untuk memindahkan Gunung Mahameru yang berada di Jambudwipa (India) ke pulau Jawa.

Alasan Batara Guru untuk memindahkan Gunung Mahameru ke pulau Jawa sebab keadaan pulau Jawa ketika itu bergoyang-goyang dan berpindah-pindah sehingga perlu adanya paku bumi dalam bentuk gunung agar pulau Jawa menjadi kokoh. 

Mitos Gunung Semeru itulah yang hidup. Mitos mengandung kebijaksanaan, nilai-nilai budaya, dan sekaligus pesan yang menggambarkan suara alam bawah sadar manusia. Suara itu lahir dari keterbatasan manusia di dalam melihat berbagai fenomena alam. Mitos sebagai cerita rakyat yang mengimajinasikan kehendak para Dewa atau manusia setengah dewa yang mengatur kehidupan manusia, membawa rahmat keadilan, menyingkirkan berbagai bentuk angkara murka.

Mitos sebagai cerita yang hidup diyakini kebenarannya oleh para pengikutnya yang menyampaikan cerita itu lewat tradisi turun-temurun, dari mulut ke mulut sebagai realitas kehidupan. Mitos seringkali memberikan panduan mengenai harapan, panduan hidup untuk berbuat baik, bahkan bagaimana mitos menghadirkan cita-cita kolektif tentang adanya Ratu Adil yang muncul setelah jaman kalabendu, jaman kekacauan, yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat Nusantara.

Mitos tentang Ratu Adil itulah yang diangkat oleh Bung Karno guna membangun harapan. Harapan yang hanya diwujudkan dengan kesadaran, dengan membangun tekad perjuangan sehingga menjadi kenyataan. Harapan yang dibangun dengan mengubah alam mitos, dihubungan dengan realitas sejarah nusantara yang gilang gemilang sebagaimana terjadi di Sriwijaja dan Majapahit.

Berita Terkait

Lomba Pencitraan

Senin 27 Des 2021, 06:30 WIB
undefined

News Update