Parpol yang sudah melewati ambang batas, baik di DPR RI maupun provinsi dan kabupaten/kota, berarti telah teruji oleh rakyat. Logika politik, parpol tersebut sudah mendapat amanat rakyat mengajukan kadernya sebagai pasangan calon presiden –cawapres. Maknanya presidential threshold tidak diperlukan lagi.
Ini sejalan dengan amanat UUD 1945, dalam pasal 6A bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
Sedikitnya akan ada lima pasangan capres- cawapres pada pemilu 2024 mendatang, jika ambang batas parlemen ditetapkan 6 persen. Ini, jika merujuk kepada hasil pemilu tahun 2019, dengan komposisi perolehan suara nasional PDIP 19,33 persen, Gerindra 12,57 persen, Partai Golkar 12,31 persen, PKB 9,69 persen, Nasdem 9,01 persen, PKS 8,21 persen, Demokrat 7,77 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen.
Siapa yang terpilih, rakyat yang menentukan dengan syarat memperoleh suara di atas 50 persen. Nah, parpol berkewajiban menjaring pasangan calon, tentu yang sesuai kehendak rakyat. Selain berkualitas, memiliki kapabilitas, akseptabilitas dan integritas seperti sering dikatakan pak Harmoko lewat rubrik “Kopi Pagi"nya.
Dengan amanah yang diberikan rakyat, hendaknya parpol dapat menjaring pemimpin yang amanah. Budaya Jawa memperkenalkan ajaran Asta Brata - delapan simbol alam semesta bagi seorang pemimpin.
Di antaranya meniru watak angin – Mahambeg Mring Samirana – yang artinya berhembus ke segala arah , kepada siapapun, di mana pun, memberikan nafas kehidupan bagi rakyatnya, bersikap adil, tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih.
Semoga dengan kian meningkatnya kualitas parpol, dengan terbukanya peluang semakin banyaknya pasangan capres - cawapres pada pemilu mendatang, akan mendongkrak tingkat partisipasi politik rakyat. Tak kalah pentingnya akan terpilih pemimpin bangsa yang mampu mewujudkan impian rakyat menuju negara yang sejahtera, adil dan makmur serta aman dan damai. (Azisoko)