Sebab, proses demokratisasi membutuhkan waktu panjang.
Menurut dia, tidak tepat jika menganggap hanya ada satu versi demokrasi yang benar.
Demokrasi tidak hanya dari paradigma sekuler yang memisahkan sepenuhnya agama dan kehidupan publik, termasuk sistem hukum dan politik.
Demokrasi juga bisa menggunakan paradigma simbiotik seperti diterapkan di Indonesia.
Syaltout mengatakan, dampak nyata pandemi adalah tekanan ekonomi.
Pada situasi ini, demokrasi transaksional semakin marak dan para calon petahana di pemilu cenderung diuntungkan.
Tekanan ekonomi juga membuat sebagian orang kesulitan menerima keragaman. Padahal demokrasi membutuhkan keragaman.
“Ini tercermin dari kasus Charlie Hebdo di Perancis. Selama pandemi, seperti kelompok lain, toko-toko milik warga muslim Perancis tutup. Bisnis jasa mereka tidak berjalan. Mereka jadi sensitif,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor itu.
Sementara di sejumlah negara lain, tekanan ekonomi berujung pada penggulingan pemerintah.
Di sejumlah negara, ada kudeta yang antara lain dipicu alasan itu.
Ia juga menyebut, demokrasi memang harus ditumbuhkan dari dalam negeri.
Sebab, pemaksaan dengan alasan mendorong demokratisasi adalah pelanggaran.