SERANG, POSKOTA.CO.ID - Sudah kadung terjerembab di dalam kubangan lumpur yang pekat, mantan Kades Kepandean selalu mangkir saat pemeriksaan khusus Inspektorat Kabupaten Serang.
Kepala Desa (Kades) Kepandean, Yusro, selalu tidak hadir saat beberapa kali dipanggil oleh pihak Inspektorat Kabupaten Serang sehingga menjadi DPO pihak kepolisian Serang.
Padahal, jika saja Kepala Desa (Kades) Kepandean, Yusro mengindahkan panggilan itu, bisa saja kasusnya tidak akan berlarut sampai ke tanah hukum seperti ini.
Inspektorat Kabupaten Serang pada tahun 2018 lalu berdasarkan hasil pemeriksaannya menemukan beberapa kejanggalan dalam proyek pembangunan yang menggunakan dana desa pada masa kepemimpinan Yusro.
Mendapati hal itu, Inspektorat kemudian melakukan pemeriksaan khusus untuk menggali dan menelusuri berapa besaran anggaran negara yang salahgunakan oleh mantan Kades Yusro dalam proyek pembangunan tersebut.
"Yusro kan masa jabatannya habis sampai bulan Juli 2018. Nah, sebelum itu ada temuan, tapi dia mangkir terus sampai beberapa kali dipanggil," kata mantan Penjabat sementara (Pjs) Desa Kepandean, Ade Rana kepada Poskota, Kamis (5/11/2021).
Pria yang menjabat Sekretaris Kecamatan (Sekmat) Ciruas ini menuturkan, waktu itu kalau tidak salah pemeriksaan dilakukan pada awal tahun 2018 terhadap hasil temuan penggunaan dana desa tahun 2017.
"Pihak Inspektorat meminta kepada pak Yusro untuk mengembalikan hasil perhitungan kerugian negaranya, kalau tidak salah sekitar Rp700 juta," ucapnya.
Namun karena Yusro ini tidak koperatif, dan sampai batas waktu 60 hari tidak mengembalikan, maka kemudian kasusnya dilimpahkan ke kepolisian.
"Ya, itu resiko dia sendiri yang tidak mau koperatif dan menyalahgunakan kewenangannya," katanya.
Setelah masa jabatan Yusro habis, kemudian Ade ditunjuk sebagai Pjs. Ketika pertama menjabat Pjs, kondisi keuangan desa sudah tidak ada sedangkan para staf desa juga dalam kondisi belum menerima honor sekitar 1,5 tahun lamanya.
"Akhirnya saya konsultasi dengan Pemda, dan alhamdulillah uang itu bisa dicairkan karena kasusnya sudah bergulir di kepolisian kala itu," ucapnya.
Uang honor itu akhirnya dapat dicairkan dari Pemda ke rekening masing-masing staf setelah proses administrasi diselesaikan.
Namun untuk dana desa yang diperuntukkan pembangunan sudah kosong diambil oleh Yusro.
"Itu bisa diketahui melalui rekening koran yang saya minta ke pihak bank. Terakhir itu dia ngambil Rp400 juta uang dana desa," katanya.
Menurut Ade, ada tiga alokasi keuangan yang masuk ke rekening desa, pertama dana desa dari pemerintah pusat yang diperuntukkan pembangunan fisik, lalu ada BHPRD dan terakhir ADD yang diperuntukkan operasional dan honor staf desa yang bersumber dari Pemkab Serang.
"Yang diambil oleh Yusro itu dana desa yang nilainya cukup besar," katanya.
Semasa menjabat Pjs, tidak banyak yang bisa dilakukan Ade. Hal itu karena faktor waktu yang begitu singkat, sehingga dirinya hanya bisa menyelesaikan persoalan administrasi desa yang tersendat.
"Serta kala itu saya fokus ke persiapan Pilkades 2019," katanya.
Terpisah, pegiat Anti korupsi dari Banten Bersih Deny Surya Permana mengatakan, fenomena korupsi dana desa yang dilakukan oleh para Kades ini menurut analisanya sudah terjadi sejak tahun 2018.
"Ada dua kasus korupsi dana desa pada saat itu yang kami temukan," katanya.
Deny menuturkan, faktor penyebab terjadinya korupsi dana desa kalau itu dikarenakan kurangnya kesiapan aparat desa dalam mengelola dana desa, sehingga kemudian banyak terjadi berbagai penyimpangan dalam penggunaannya.
"Namun saat ini faktor penyebab itu sudah bergeser, lebih dikarenakan faktor kebutuhan dari Kades-nya itu sendiri. Hal itu terlihat dari catatan kami sepanjang tahun 2021 ini ada sekitar 41 kasus korupsi dana desa di Banten," jelasnya.
Deny menganalisa, cost yang sangat besar dalam proses pemilihan Kades menjadi salah satu penyebabnya selain memang kadang Kades yang bersangkutan itu rakus ingin mendapatkan uang banyak secara instan.
Tonton juga video "Supir VAnesa JAdi Sorotan Publik, Ayah Bibi Angkat Bicara". (youtube/poskota tv)
"Karena setahu saya, honor Kades itu kan hanya Rp2 juta lebih setiap bulannya. Jadi kalau tidak ada sampingan lainnya hitungannya sangat kecil, dan ga bakal balik modal sampai masa akhir jabatannya," ucapnya.
Deny menghimbau supaya kejadian ini tidak lagi terulang, maka harus ada peran masyarakat dalam pengelolaan dana desa, tidak hanya dilakukan oleh Kades dan bendaharanya saja.
"Selain itu, peran pengawasan dari Inspektorat juga harus lebih diintensifkan," tutupnya. (luthfillah)