ADVERTISEMENT

KPAI Apresiasi BPOM dan Dorong Kementerian Kesehatan Percepat Vaksin Anak Usia 6 – 11 Tahun

Sabtu, 6 November 2021 12:07 WIB

Share
Komisioner KPAI Retno. (Iqbal)
Komisioner KPAI Retno. (Iqbal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TANGERANG, POSKOTA.CO.ID  - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung BPOM dan Kementerian Kesehatan mempercepat anak usia 6 - 11 tahun dapat di vaksinasi.

Pandemi Covid-19 memang telah berdampak luas terhadap perkembangan anak dalam hal kesehatan (fisik dan mental), aspek sosial, dan juga pendidikan. Indonesia merupakan negara dengan jumlah usia anak yang cukup besar.

Pada  Juni 2021 pada saat tingkat infeksi Covid-19 cukup tinggi di Indonesia ternyata kelompok anak yang terinfeksi cukup banyak, yaitu mencapai 2,9% untuk usia 0 – 5 tahun dan 10% untuk usia 6 – 18 tahun.

Sejumlah Negara yang mengalami penurunan kasus, bahkan sampai zero kasus, ternyata saat ini naik kembali kasus yang terinfeksi covid-19, kondisi tersebut mungkin sekali dialami juga oleh Indonesia.

Oleh karena itu, sangat penting menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang dapat mengantisipasi kemungkinan bertambahnya kasus Covid-19 pada anak, termasuk perlunya vaksinasi untuk usia anak.

“KPAI menyambut positif ijin penggunaan vaksin sinovac untuk anak usia 6-11 tahun oleh  BPOM. KPAI juga menyampaikan  penghargaan dan apresiasi tinggi atas kerja keras  BPOM dan para ahlinya yang akhirnya memberikan ijin penggunaan  vaksin sinovac untuk diberikan pada anak usia 6-11 tahun," kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Sabtu (6/11/2021).

Menurut dia langkah ini terbilang tepat. Apalagi sudah melalui kajian dari pihak terkait.

Persetujuan perluasan indikasi ini diperoleh setelah BPOM melakukan pembahasan dan pengkajian bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terhadap aspek khasiat dan keamanannya vaksin sinovac”, urainya.

Retno menambahkan KPAI mengapresiasi pada kepedulian BPOM untuk melindungi anak-anak Indonesia melalui pemberian ijin  vaksinasi anak, Apalagi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah digelar hampir di seluruh daerah yang sudah memasuki level PPKM 1 – 3. 

"Padahal, pembukaan sekolah tatap muka secara bertahap akan menjadikan anak juga berpotensi  pembawa virus COVID-19 setelah beraktivitas di luar rumah dan menularkannya kepada orang lain. Hal ini menjadi kekhawatiran dan harus menjadi perhatian bersama," jelasnya.

Menurut dia KPAI telah melakukan survei singkat persepsi peserta didik tentang vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun.

Survei yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi google form ini diikuti oleh 86.286 partisipan/responden dari  jenjang pendidian SD/MI/SLB (10%), SMP/MTs/SLB (40%), MA/SMA/SMA/SLB (50%).

"Adapun  asal daerah para partisipan berasal dari 34 Provinsi di Indonesia, bahkan diikuti juga peserta didik dari Sekolah Indonesia Luar negeri (SILN), yaitu SILN  Singapura dan SILN Filipina," ujarnya.

Dia menambahkan survei tersebut dilaksanakan pada 3 – 9 Agustus 2021 setelah sebelumnya dilakukan ujicoba kuisioner pada 30-31 Juli 2021.

KPAI hanya akan menyampaikan beberapa temuan survey seperti banyak responden anak dalam survey ini yang belum di vaksin karena belum ada kesempatan mereka mendapatkan vaksin anak.

"Data survey menunjukkan bahwa dari 86.286 responden menyatakan kesediannya untuk di vaksin dengan angka capaian hingga 88%, sedangkan yang ragu-ragu ada 9%, dan yang menolak divaksin hanya sekitar 3% responden saja," ujarnya.

Namun,  dari yang menyatakan  bersedia di vaksin tersebut, baru 36% yang sudah beruntung mendapatkan vaksin, sedangkan 64% diantaranya belum divaksin.

Dari jumlah  64% yang belum divaksin tersebut, kata Retno, 57% responden menyatakan belum divaksin karena belum berkesempatan mendapatkan vaksin.

Kemungkinan data ini menggambarkan bahwa  ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.

"Alasan responden bersedia di vaksin diantaranya adalah sebanyak 47% menyatakan bahwa keinginannya vaksin agar  tubuhnya memiliki antibody terhadap virus covid-19 sehingga jika tertular gejalanya menjadi ringan; 25% menyatakan memiliki kekebalan terhadap virus corona; dan 24%menyatakan agar segera dapat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM)," ujarnya.

Karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini  dinilai kurang efektif, serta susah untuk di mengerti, sedangkan 2% karena dibujuk orangtuanya, merasa ini kewajiban dan 2% menjawab lainnya.

Jawaban lainnya misalnya :  agar bisa berpergian kemana saja, dan ada yang menyatakan agar terus dapat bantuan social dari pemerintah," tuntasnya.

Sekedar diketahui untuk responden yang tidak bersedia divaksin menyatakan khawatir pada efek vaksin sebanyak 37%, dan merasa tidak perlu divaksin yang penting menerapkan protocol kesehatan.

Sebanyak 15% responden; memiliki kormobid sehingga secara medis tidak bisa di vaksin (10%); tidak yakin dengan merek vaksin tertentu (8%); yakin bahwa kalau anak terinfeksi covid-19 gejalanya ringan bahkan kadang tidak bergejala (15%); divaksin juga tidak menjamin tidak tertular covid-19 (8%); dan tidak diijinkan orangtuanya untuk vaksin (7%). (kontributor Tangerang/muhammad Iqbal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT