JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Arab Saudi membebaskan Ali al-Nimr setelah sebelumnya sempat divonis hukuman mati.
Hal ini terjadi, karena kerjaan Saudi telah menghapus hukuman mati bagi anak-anak.
Melansir dari BBCNews Arab Saudi, Selasa (2/11/2021). Ali al-Nimr ditangkap pada tahun 2012, dalam sebuah unjuk rasa anti-pemerintah yang diinisiasi kelompok minoritas Muslim Syiah.
Pengadilan terorisme kemudian menyatakan ia bersalah karena melanggar kesetiaan terhadap penguasa.
"(Karena) berulang kali menyanyikan nyanyian melawan negara, serta menyerang polisi dengan bom molotov dan batu," kata Hakim pengadilan.
Pada 2014, pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepada Ali al-Nimr, berupa pemenggalan diikuti dengan menampilkan tubuhnya di hadapan publik.
Beruntung, akhirnya Kerajaan Saudi memberlakukan kebijakan baru yakni membatalkan hukuman mati untuk sejumlah kasus pidana yang dilakukan oleh anak-anak.
Badan Amal Anti-hukuman Mati Reprieve mengatakan meski Ali al-Nimr telah dibebaskan dari penjara pada Rabu (27/10/2021).
Namun, paman dari Ali al-Nimr, Syekh Nimr al-Nimr, telah dieksekusi oleh otoritas Saudi pada 2016 atas kasus terorisme.
Diketahui, Syekh Nimr al-Nimr merupakan sosok yang vokal mendukung aksi protes Arab Spring yang merebak di provinsi-provinsi timur Saudi pada 2011.
Kemudian, dua aktifis, Abdullah al-Zaher dan Dawood al-Marhoun masih berada di balik jeruji besi.
Keduanya juga dihukum mati oleh pengadilan Arab Saudi. Namun setelah ada permohonan grasi dari keluarga dan organisasi hak asasi manusia.
Hukuman mereka akhirnya diringankan menjadi 10 tahun penjara.
Komisi HAM tersebut mengutip Undang-Undang Tahun 2018 yang melarang hukuman mati terhadap anak dalam beberapa kasus, serta Dekrit Kerajaan 2020.
Sementara itu, Direktur dari badan amal tersebut, Maya Foa mengatakan pembebasan Ali al-Nimr merupakan tanda-tanda kemajuan yang nyata.
Sebagai informasi, Arab Saudi merupakan negara yang paling banyak melakukan eksekusi hukuman mati di dunia.
Setidaknya 40 orang telah dieksekusi mati sepanjang Januari-Juli 2021, lebih banyak dibandingkan jumlah eksekusi mati ditahun sebelumnya.
Selanjutnya, ada beberapa orang yang dimasa anak-anaknya melakukan tindakan pidana masih dibayangi vonis hukuman mati.
Pada Juni lalu, seorang pria, Mustafa al-Darwish dieksekusi mati atas kasus protes yang dia lakukan ketika masih anak-anak.
Ketika itu, Mustafa masih berusia 17 tahun, dia mengaku disiksa agar membuat pengakuan palsu.
Belum lagi, Abdullah al-Howaiti, 19 tahun, dia masih berada dalam vonis hukuman mati.
Lantaran merampok sebuah took perhiasan dan menembak mati petugas polisi ketika dia masih berusia 14 tahun. (cr03/Jehan Nurhakim)