"Selama ini belum dilakukan konservasi secara total, seperti penurapan, pemantauan dan pengujian laboratrium air permukaan/kali secara rutin sebulan sekali, pengendalian kali dengan menggunakan berbagai metode, belum dilakukan perawatan secara intensif," kata Bagong Suyoto.
Permasalahan yang terjadi, bahwa kondisi air permukaan Kali Ciketing yang mengalir ke arah utara bertambah parah setelah bertemu dengan pembuangan air lindi dari TPA Sumurbatu dan tinja dari IPLT milik Pemkot Bekasi. Air lindi dan tinja mengalir melalui Kali Ciketing, Kali Asem, Kali Pedurenan, Regency, Dukuh Zamrud, Mutiara Gading, Kali Jambe dan seterusnya. Pengolahan lindi dan tinja belum memenuhi standar baku mutu.
Kelima, melibatkan sebagian pekerja harian lepas (PHL) dan staf untuk mengolah sampah dengan mengoperasikan semua fasilitas yang ada. Melibatkan dan mengutamakan tenaga kerja penduduk sekitar dalam pengelolaan TPST Bantargebang. Juga meningkatan wawasan, pengetahuan dan skill SDM lokal.
Keenam, perbaikan dan perawatan drainase dan infrastruktur jalan di TPST Bantargebang dan sekitar. Sebagian infrastruktur drainase dan jalan sudah diperbaiki namun sebagian masih rusak. Membuat perencanaan perbaikan seluruh infrastruktur drainase dan jalan di wilayah operasional TPST dengan asistensi ahli teknik sipil/konstruksi dan praktisi berpengalaman. Perencanaan dan implementasi menekankan hasil berkualitas tingkat tinggi dengan semua material ber-SNI.
Ketujuh, melibatkan pemulung dalam pengurangan, pemilahan, pemanfaatan dan kegiatan daur ulang. Keberadaan pemulung merupakan bagian legal dan integral dari pengelolaan TPST Bantargebang, sehingga harus diberi ruang seluas-luasnya. Pemulung dan pelapak melakukan pengurangan 25-30% dari total sampah an-organik yang masuk ke TPST.
Kedelapan, membuat green-belt sekeliling TPST Bantargebang dengan lebar 5 meter. Pepohonan tersebut bermanfaat sebagai pengendali pencemaran dan pembatas dengan pemukiman warga. Penyediaan dan penambahan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 12-15 hektar. Selain itu, perlu adanya taman-taman guna memperindah wajah TPST.
Kesembilan, program-program dan kegiatan-kegiatan perlindundan dan pemulihan lingkungan hidup di TPST Bantargebang harus ditingkatkan. Kegiatan penghijauan harus digalakkan di TPST dan wilayah sekitar dengan pola padat karya sebagai bentuk pemulihan ekonomi di masa pandemic-Covid-19. Demikian juga program dan kegiatan perlindungan kesehatan serta pendidikan masyarakat sekitar.
Kesepuluh, melindungi dan merawat warisan budaya, keagamaan dan kearifan lokal. Letak TPST Bantargebang berada di wilayah tiga kelurahan; Sumurbatu, Ciketingudik dan Cikiwul. Contoh, di Sumurbatu ada pemakaman Perintis/Pendiri (Desa) Sumurbatu, popular dengan sebutan Makam Mbah Raden Kebluk. Jangan sampai kober itu tertimbun sampah seperti kasus 114 makam warga terurug sampah TPA Sumurbatu.
"Sekarang makam Mbah Raden kebluk sudah terdesak oleh sampah, terutama bagian selatan, tanah longsor dan kurang terarawat. Maka perlu dilakukan penurapan, pemagaran, perbaikan drainase, penyediaan jalan, pos penjagaan, majlis, dll. Ratusan warga, Ketua RT/RW, lurah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Bantargebang telah menandatangani program tersebut agar Makam Mbah Raden kebluk dilestarikan,"beber Bagong Suyoto.
Kesebelas, sejumlah warga meminta agar ada kenaikan uang bau guna membantu keuangan keluarga di masa pandemic Covid-19. Sebab beban hidup semakin berat. Setidaknya Rp 800.000-900.000/Bln/KK. Uang bau tersebut langsung bermanfaat pada warga sekitar.
Keduabelas, perlu membangun sinergi dan kolaborasi pengolahan sampah dengan proven technology dan penataan lingkungan agar wajah TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu menjadi lebih baik, ramah lingkungan, indah dan meningkatkan harkat martabat warga sekitar. (kontributor/ihsan fahmi)