Oleh Joko Lestari, Wartawan Poskota
DULU, sekitar 16 tahun silam, kata “terlena “ dikenal sebagai judul lagu dangdut yang sangat populer dinyanyikan Ikke Nurjanah. Dapat dikatakan tiada hari tanpa lagu terlena yang berkumandang di sejumlah ruang dengar.
Hingga kini lagu yang menceritakan seseorang menjadi terlena karena lagi dimabuk cinta, terlena dalam buai asamara tersebut masih terngiang di telinga kita, sebagaimana syairnya yang berbunyi ” Masih terngiang ditelingaku. Bisik cintamu. Betapa lembut dan mesranya. Aku terlena.. Ku terlena dalam buai Asmaraaaaaaaaa.”
Kini, kata “terlena” sering diucapkan para pejabat untuk mengingatkan masyarakat. Hanya saja bukan terlena karena asmara, tetapi jangan sampai terbuai dengan kian melandainya kasus Covid-19.
Pesan ini diwanti – wanti, Presiden Joko Widodo pun acap mengingatkan agar masyarakat jangan sampai terlena – terbuai karena kasus penularan virus corona kian menurun. Lantas abai, lalai melindungi diri dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehtan (prokes).
Jangan terbuai karena kini kasus Covid sudah di bawah angka 1.000 per harinya. Sedikit lagi, menurun di angka puluhan. Semoga.
Tujuannya agar masyarakat senantiasa waspada, tetap hati – hati, taat protokol kesehatan ketika beraktivitas di tengah pembatasan kian diperlonggar. Tak hanya sektor ekonomi, juga seni budaya, dan sosial kemasyarakatan.
Kita dapat menangkap pesan yang disampaikan disertai pula dengan kebijakan yang bertujuan lebih melindungi mayarakat dari paparan Covid-19.
Percepatan vaksinasi yang sekarang sedang digencarkan se- antero negeri, sebagai upaya melindungi warga dengan membentuk kekebalan kelompok.
Hingga Sabtu (23/10/2021) vaksinasi dosis pertama sudah 112.271.928 atau setara dengan 53,91 persen, sedangkan dosis kedua sebanyak 67.165.732 atau 32,25 persen. Diharapkan akhir tahun ini target vaksinasi sebanyak 208.265.720 warga dapat terpenuhi.
Vaksinasi sebagai syarat beraktivitas di berbagai sektor kegiatan yang berisiko terjadinya penularan seperti masuk perkantoran, mal, gedung bioskop, tempat wisata, bagian dari upaya melindungi keselamatan masyarakat.
Kartu vaksin dan swab antigen bagi penumpang kereta api jarak jauh, bus antarprovnsi, juga upaya melindungi masyarakat dari paparan virus corona.
Begitu juga wajib test reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) bagi calon penumpang pesawat dalam negeri. Hasil tes negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam sebelum berangkat.
Untuk tes PCR ini punya cerita tersendiri yang perlu disikapi oleh pengambil kebijakan. Selain menimbulkan polemik, tes PCR ini mendapat sorotan .Tak kurang , Ketua DPR Puan Maharani menilai heran atas kebijakan pemerintah yang satu ini. Rakyat jadi bingung. Loh kok bisa?
Begini alasan Puan. Mengapa tes PCR diwajibkan di saat kasus Covid-19 melandai. Tes PCR hendaknya hanya digunakan untuk pemeriksaan bagi suspek corona, bukan untuk memperketat – skrining perjalanan.
Tak semua daerah punya fasilitas kesehatan lengkap yang bisa mengeluarkan hasil tes PCR dalam waktu 2x24 jam. Belum lagi harga tes PCR yang tergolong mahal. Apa yang diutarakan petinggi DPR itu cukup beralasan. Dan, itu suara rakyat.
Kami mencatat rata - rata biaya tes PCR di atas 500 ribu rupiah atau setara dengan tiket pesawat Jakarta – Surabaya kelas ekonomi.
Kami sepakat, kebijakan yang membuat bingung rakyat perlu direspons dengan bijak, agar kebijakan menjadi lebih bijak dan pro-rakyat. Akan lebih bijak lagi jika kita semua tidak terlena dengan penurunan kasus. Dan, satu lagi jangan terlena dengan polemik atas sebuah kebijakan. (Jokles)