ADVERTISEMENT

Sabtu, 23 Oktober 2021 07:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh: Hasto Kristiyanto

Tahapan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden belum ditetapkan. KPU, Pemerintah, dan partai-partai Politik memiliki beragam kepentingan di balik penetapan kapan jadwal pemilu serentak tersebut dilaksanakan. Di tengah dinamika itu, munculah berbagai klaim dari mereka yang mengatasnamakan relawan.

Relawan melihat adanya kandidat potensial berdasarkan aspek elektoral. Relawan bergerak cepat karena mereka cair, tanpa ikatan ideologis-kesejarahan yang menyatukan. Dalam diri relawan tersembunyi begitu banyak kepentingan.

Dari yang benar-benar berjuang untuk hadirnya pemimpin rakyat hingga alasan pragmatis dengan mengorganisir diri, mencari sponsor pergerakan hingga berharap bahwa sekiranya jagonya menang, ikut menikmati kekuasaan.

Relawan sesuai dengan namanya, bekerja atas prinsip kesukarelaan (voluntarism). Pada umumnya relawan bekerja ketika memenangkan sebuah kontestasi dan setelah itu kembali pada kehidupan normal. Namun di Indonesia gerak relawan cenderung bersifat permanen.

Dalam perspektif yang positif, relawan dibutuhkan oleh partai politik untuk memperluas captive market di luar basis politik tradisional; menjaring swing voters; dan pengorganisasian pemilih yang memiliki karakter khusus. 

Hadirnya relawan juga tidak terlepas dari praktek demokrasi elektoral. Praktek demokrasi ini bernuansa liberal yang mengagungkan nilai one man, one vote, one value. Demokrasi elektoral ini telah mengubah banyak hal. Pertama, dalam demokrasi elektoral,

Partai berubah dari karakter ideologisnya menjadi Partai yang hanya didesain untuk memenangkan Pemilu. Fungsi utama partai terkait rekrutmen anggota, pendidikan politik, kaderisasi kepemimpinan, agregasi kepentingan rakyat menjadi kebijakan publik, fungsi representasi, dan komunikasi politik tereduksi oleh ambisi elektoral yang dalam prakteknya penuh dengan skenario pencitraan.

Relawan dalam demokrasi ini bak cendawan di musim hujan. Sifatnya sangat cair. Mereka bergabung dan melihat sosok popular tanpa bersusah payah melakukan kaderisasi kepemimpinan. Berbeda dengan partai politik. Partai dalam fungsinya yang benar memiliki tanggung jawab kolektif di dalam mendidik calon-calon pemimpin.

Calon pemimpin lahir melalui proses kaderisasi yang sistemik, yang kemudian ditugaskan dalam berbagai medan juang. Pada akhirnya, kader Partai tersebut dipercaya oleh seluruh anggota Partai untuk diperjuangkan agar dapat menempati jabatan strategis baik di struktural

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Guruh Nara Persada
Contributor: -
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT